KONSEP DASAR GENDER

PENGERTIAN GENDER DAN SEKSUALITAS



Gender

Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO 1998).

Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.

Seks ( Jenis Kelamin )

Jenis kelamin merupakan perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang telah ditentukan oleh Allah SWT berdasarkan fungsi biologis.

Seks berarti pria ataupun wanita yang pembedaannya berdasar pada jenis kelamin, sex lebih merujuk pada pembedaan antara pria dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti ini lebih sering disebut sebagai perbedaan secara biologis atau bersifat kodrati dan sudah melekat pada masing-masing individu sejak lahir.

SEKS

CONTOH

GENDER

CONTOH

Tidak Dapat Diubah

Alat Kelamin

Dapat Diubah

Peran dalam kegiatan sehari-hari

 

Tidak Dapat DIpertukarkan

Jakun pada laki-laki, payudara pada perempuan

Dapat Ditukarkan

Peran istri dapat digantikan suami dalam mengasuh anak, memasak dll

 

Berlaku Sepanjang Masa

Status sebagai laki-laki dan perempuan tidak pernah berubah sampai kita mati

Tergantung kepada Kebudayaan

Sikap dan perilaku keluarga lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan selalu

 

Berlaku Dimanapun Berada

Dirumah, dikampus ataupun dimana seorang laki-laki tetap laki-laki dan perempuan tetap perempuan

Tergantung pada budaya setempat

Pembatasan kesempatan dibidang pekerjaan terhadap perempuan disbanding laki-laki karena budaya setempat

 

Merupakan Kodrat Tuhan

Cciri utama laki-laki berbeda dengan perempuan

Bukan Merupakan Kodrat Tuhan

Sifat atau mentalitas antara lelaki dengan perempuan bisa sama

 

Cipataan Tuhan

Perempuan bisa haid, hamil, melahirkan dan menyusui sedangkan laki0laki tidak bisa

Buatan Manusia

Laki-laki dan perempuan berhak menjadi calon ketua RT, RW, kepala desa bahkan presiden

 


Budaya yang Mempengaruhi Gender

Sebagian besar masyarakat menganut kepercayaan yang salah tentang arti menjadi seorang wanita, dengan akibat yang membahayakan kesehatan wanita.

Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alasan mereka dilahirkan sebagai wanita/pria. Contohnya wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan kesejahteraan bagi keluarga serta melindungi keluarga dari ancaman.

Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin, adalah hasil rekayasa masyarakat. Masyarakat menghubungkan jenis kelamin seseorang dengan perilaku tertentu yang seharusnya dilakukan biasanya disebut dengan area ” kegiatan wanita” dan ”kegiatan laki-laki”.

Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.

Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya: di dalam suatu masyarakat, wanita dari suku tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang.

Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak berusia muda, orang tua telah memberlakukan anak perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka sadari.

Diskriminasi Gender

Pada hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama.Namun dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin sehingga muncul istilah gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi baik secara sosial ataupun budaya.

Diskriminasi: adalah pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakatmanusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Inti dari diskriminasi adalah perlakuan berbeda.

Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah ketidakadilan (diskriminasi) gender, yaitu :

Marginalisasi (Peminggiran)

Proses marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa contoh marginalisasi yaitu pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru laki-laki yang mengerjakan, pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin diasumsikan hanya laki-laki yang dapat mengerjakan, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani, usaha konveksi, pembantu rumah tangga menyerap lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

Subordinasi (Penomorduaan)

Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki.Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki.

Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri.

Pandangan Stereotype (Citra Baku)

Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.

Kekerasan (Violence)

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.

Beban Ganda (Double Dourden)

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.


Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan.Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan gender steriotipi masing-masing. Misalnya sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak pantas memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan- kelemahan serta keluhannya. Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam situasi social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan.Empat isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:

Isu Gender di Masa Kanak-Kanak.

Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di hari tua. Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.

Isu Gender Pada Anak Perempuan

secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya yang agresif dan lebih banyak gerak.

Isu Gender di Masa Remaja

Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin muda, kehamilan remaja, umumnya remaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi sosial remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya. Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengankerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.

Isu Gender di Masa Dewasa

Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan karena faktor biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidakberdayaan dalam memutuskan bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya: metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan diperjalanan.

Isu Gender di Masa Tua.

Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan.

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :

  1. Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia seperti masalah inces yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan remaja.
  2. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk STD/HIV/AIDS.
  3. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksi dewasa ini masih sangat kurang.
  4. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khususnya berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
  5. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya bersumber gender yang tidak setara. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB.

Kesehatan Reproduksi Peka Gender.

Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang bersikap “Peka Gender”, yaitu :
  1. Memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi kepada kebutuhan klien, tanpa adanya perbedaan perlakuan, baik karena jenis kelamin maupun status sosialnya.
  2. Memberikan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan akibat kodrat masing-masing.
  3. Memahami sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit dan sikap masyarakat terhadap perempuan dan laki-laki yg sakit.
  4. Memahami perbedaan perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
  5. Menyesuaikan pelayanan agar hambatan yg dihadapi oleh laki-laki dan perempuan sebagai akibat adanya perbedaan tersebut diatas dapat diatasi.

Pangarusutamaan Gender (Gender Mainstraiming)

Pengarusutamaan gender(PUG) atau adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.Tujuan pengarusutamaan genderadalah memastikan apakah perempuan dan laki-lakimemperoleh akses yang sama kepada sumber daya pembangunan. Dapat berpartisipasi yang sama dalam semua proses pembangunan, termasuk proses pengambilan keputusan.Mempunyai kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan, dan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

Sasaran Pengarusutamaan Gender

Sebagai sasaran pengarusutamaan gender adalah organisasi pemerintah dari pusat sampai ke lapangan yang berperan dalam membuat kebijakan, program dan kegiatan.Selain itu organisasi swasta, organisasi profesi, keagamaan, dan lain – lain, dimana mereka sangat dekat dan terjun langsung paling depan berhadapan dengan masyarakat.

Prinsip Pengarusutamaan Gender

Pluralistic, yaitu dengan menerima keragaman budaya.Bukan pendekatan konflik, yaitu menghadapi permasalahan tidak membedakan antar laki-laki dan perempuan.Sosialisasi dan advokasi. Memperluas informasi bagi masyarakat umum dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk memperkokoh kesetaraan dan keadilan gender.

Post a Comment

0 Comments