PERILAKU HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN


DEFINISI PERILAKU

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan definisi perilaku menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organism terhadap lingkungannya.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Skinner (1938) dalam Notoadmodjo, (2005) mendefinisikan perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses respons.
Beberapa teori diatas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara factor internal dan eksternal.(Ahmad Kholik, 2014)

Pengelompokan Perilaku

Berdasarkan teori SOR tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perilaku tertutup (Covert behaviour): Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
b. Perilaku terbuka (Overt behaviour): Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari luar atau observable behaviour.

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam, yakni:
a.       Bentuk pasif,
adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat  oleh orang lain, missalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana meskipun mereka sendiri belum melakukan seacara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu, perilaku mereka ini masih terselubung (covert behaviour).
b.      Bentuk aktif,
Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh diatas, si ibu sudah anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk umunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut (overt behaviour).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sdangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behaviour.

Mekanisme Pembentukan Perilaku

Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu:

a.    Menurut aliran behaviorisme

Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan.
Behaviorisme menjelaskan mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku individu dapat digambarkan dalam bagan berikut :
S > R atau S>O>R
S = stimulus (rangsangan)
R = respons (perilaku, aktivitas), dan
O = organisme(individu/manusia).

Karena stimulus datang dari lingkungan (world) dan R juga ditujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan sepertidalam bagan berikut ini : W > S > O >R >W
Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) disini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu:

  • Lingkungan objektif (umgebung = segala sesuatu yang ada disekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan  S). 
  • Lingkungan efektif (umwelt = segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponnya). 
  • Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan diatas biasa disebut dengan perilaku spontan.



b.    Menurut aliran holistik (Humanisme)

Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan factor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa).

What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/purpose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakkan terjadinya dan berlangsungnnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik).


Hubungan Perilaku dan Kesehatan Perilaku Berisiko

Dasar – Dasar Perubahan Perilaku

Perilaku yang disadari oleh pengetahuanakan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Sunaryo, 2004). Individu atau masyarakat dapat mengubah perilakunya bila dipahami oleh factor – factor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya dan berubahnya perilaku tersebut.  

Berikut merupakan proses tingkat dan cara mendapatkan pengetahuan:

1.   Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan, yaitu:

a.      Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu ysng spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
b.      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi yang harus dapat dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c.       Aplikasi (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya) ialah dapat menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang telah diberikan.
d.      Analisis (analysis)
Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan nalisis dapat dilihat daripenggunaan kat kerja seperti dapat mnggunakan dan menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e.       Sintesis (synthesis)
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru . Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu informasi-informasi yang ada.
f.        Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan pengentahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

2.               Cara-cara memperoleh pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.       Cara tradisional atau nonilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain:
1)      Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradapan. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan dicoba dengan kemungkinan yang lain.
2)      Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta empiris ataupun  berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah benar.
3)      Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoeleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dn logis.
4)      Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi mupun deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui pertanyaan-pertanyaan khusus pada umum. Deduksi adalah proses pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus.
b.      Cara modern atau ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetauan pada saat ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek penelitiannya.

3.      Pengetahuan sebagai determinan terhadap perubahan perilaku

Faktor penentu ada determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai factor. Pada realitasnya sulit dibedakan dalam menentukan perilaku karena dipengaruhi oleh faktor lainnya, yaitu antara lain faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosialbudaya masyarakat, dan sebagainnya sehingga proses terbentuknya pengetahuan dan perilaku ini dapat dipahami seperti yang dikemukakan sesuai teori Green Lawrence (1980), secara garisbesar dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor ;
a.       Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yakni terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b.      Faktor –faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak trsedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
c.       Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari peilaku seseorang bersangkutan.

Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan perilaku seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari seseorang. Disamping it, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya pengetahuan dan perilaku.

Perilaku Beresiko Kesehatan

Stepto dan Wardle (2004) mendefinisikan perilaku berisiko terhadap kesehatan atau Health risk behavior sebagai berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang dengan frekuensi atau intensitas yang meningkatkan risiko penyakit atau cidera (Baban & Craciun, 2007). Istilah perilaku kesehatan harus dibedakan dengan perilaku berisiko (risk behavior) yang berarti perilaku yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap penyakit tertentu (Nursalam& Efendi,TT). Risiko didefenisikan sebagai kemungkinan gagal, dan pengambilan risiko sering didefenisikan sebagai keterlibatan dalam perilaku berisiko yang mungkin memiliki konsekuensi berbahaya (Sales & Irwin,2009:32).
Kesimpulannya perilaku berisiko terhadap kesehatan adalah berbagai keterlibatan perilaku yang dilakukan orang – orang dengan intensitas yang meningkatkan kerentanan terhadap risiko penyakit atau cidera atau yang mungkin memiliki konsekuensi berbahaya.


Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Berisiko

Perilaku beresiko muncul karena dipengaruhi oleh faktor risiko (Risk factor) yang berasal:
1.      dari dalam diri remaja (level of the individual),
2.      dari keluarga (level of the family), dan
3.      dari luar keluarga (extrafamilial relations).
Faktor yang berasal dari diri remaja. Remaja (level of the individual) adalah motivasi berprestasi yang rendah (low achievement motivation) dan harga diri yang rendah (low self esteem), faktor dari keluarga (level of the family) adalah orang tua yang sangat tegas (high strictness) dan dukungannya rendah (low support) dan dari luar keluarga (extrafamilial relations) adalah hubungan dengan teman sebaya yang menyimpang (association with deviantpeers) dan orientasi terhadap teman sebaya yang berlebihan (extreme peerorientation) (Decović,1999).

Bentuk - Bentuk Perilaku Berisiko Pada Kesehatan

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Eaton, Dkk (2011) terhadap perilaku berisiko pada remaja dalam kategori perilaku safety riding, yaitu : kekerasan (violence), penggunaan tembakau (tobacco use), penggunaan alkohol dan obat-obatan lainnya (alcohol and other drug use), hubungan seksual (unprotective sex), perilaku makan (eating pattern), aktifitas fisik (physical activity), mengontrol berat badan (weight control), topic-topik lain yang berkaitan dengan kesehatan (other health-related topics).

1.      Kekerasan (Violence)

Kekerasan remaja masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Meskipun penurunan relatif dalam prevalensi kekerasan di kalangan remaja dibandingkan dengan tingkat puncak dari awal 1990-an, kekerasan terus menjadi kontributor utama kematian prematur dan morbiditas dari remaja dan dewasa muda diseluruh Amerika Serikat. The Centers for Disease Control dan Pencegahan (CDC,2004) mencatat bahwa kekerasan remaja termasuk perilaku agresif (seperti pelecehan verbal, intimidasi, memukul, menampar, atau pertempuran) yang umumnya tidak mengakibatkan cedera serius atau kematian, tetapi memiliki konsekuensi yang signifikan pada kesehatan remaja.
Remaja adalah yang paling sering menjadi korban kekerasan oleh teman sebaya mereka. Anggota ras dan etnis minoritas beresiko lebih besar menjadi korban atau pelaku kekerasan remaja. Perbedaan antara jenis kelamin juga mencolok, karena kekerasan remaja secara tidak seimbang mempengaruhi laki - laki. Kekerasan remaja memiliki implikasi ekonomi yang signifikan juga, dan biaya jauh lebih besar daripada pengeluaran medis sederhana (Diclemente, Santelli, & Crosby, 2009).

2.      Penggunaan Tembakau (Tobacco use)

Ada banyak bentuk dan perangkat yang digunakan untuk menyajikan tembakau dan nikotin, mulai dari rokok dan pipa untuk cerutu kecil dan besar, bidi, tembakau yang dikunyah, rokok kretek, dan “Hookah". Namun, sebagian besar pengetahuan dan penelitian tentang tembakau dan remaja berkonsentrasi dengan penggunaan rokok. Yang paling penting, rokok harus dianggap sebagai suatu alat pemberian zat yang dirancang khusus untuk memberikan nikotin dengan cara yang paling efisien dan efektif (Diclemente, Santelli, & Crosby, 2009).
Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan dampak buruk baik bagi si perokok itu sendiri maupun orang orang disekitarnya. Bila telah kecanduan, sangatlah susah untuk menghentikan kebiasaan merokok (Subanada, 2010). Lebih dari 80 persen dari semua perokok mulai merokok ketika mereka remaja, kematian yang berhubungan dengan merokok ini merupakan hasil kesehatan dari pola perilaku yang dimulai selama masa remaja(Diclemente, Santelli, & Crosby,2009).  
Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka dapat bebas dan dewasa saat menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok. Santai dan kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri sifat ingin tahu, stres, kebosananan ingin kelihatan gagah, dan sifat suka menentang, merupakan hal - hal yang dapat mengkontribusi mulainya merokok. Sedangkan faktor risiko lainnya adalah rasa rendah diri, hubungan antar perorangan yang jelek, kurang mampu mengatasi stress, putus sekolah. Sosial ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, serta tahun-tahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun) (Subanada, 2010).

3.      penggunaan alkohol dan obat-obatan lainnya (alcohol and other drug use)

Penggunaan zat atau obat-obatan seperti alkohol, tembakau, heroin dan lainlain di kalangan remaja sering terjadi, baik di Negara sedang berkembang maupun di Negara yang sudah maju. Bahkan di beberapa Negara penggunaan alkohol sering dikaitkan dengan kebudayaan setempat.
Sebagai konsekuensinya adalah timbulnya penyalahgunaan bahan atau obat-obat tersebut yang berakibat buruk terhadap diri pengguna maupun orang lain (Sidhiarta & Westa: 2009).
Semua remaja mempunyai risiko untuk menyalah gunakan obat-obatan. Namun ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan penyalah gunaan obat dikalangan para remaja meningkat seperti risiko faktor genetik didukung hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkat remaja dari orang tua angkat alkoholik, pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan obat pada remaja, dan pengaruh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal (Sidhiarta & Westa, 2009).

4.      Hubungan Seksual (Unprotective sex)

Unprotected sex didefinisikan di sini sebagai hubungan seks heteroseksual vaginal dengan pasangan yang tidak menginginkan kehamilan dan tidak menggunakan metode kontrasepsi merupakan kurangnya pemahaman dari perspektif kesehatan masyarakat. Ada beberapa alasan pasangan dapat melakukan hubungan seks tanpa kondom bahkan ketika mereka tidak menginginkan kehamilan. Banyak alasan berkaitan dengan hambatan untuk penggunaan kontrasepsi, seperti akses terhadap kontrasepsi, ketidakpuasan terhadap pelayanan keluarga berencana, kurangnya pengetahuan tentang metode kontrasepsi, pengalaman dengan atau takut efek samping, biaya kontrasepsi, dan kesulitan atau ketidaknyamanan menggunakan metode kontrasepsi.

Penghalang penting lainnya adalah bahwa perempuan mungkin tidak memiliki kemampuan untuk menegosiasikan penggunaan alat kontrasepsi dengan pasangan (Foster, Higgins, Biggs, McCain, Holtby, Brindis, 2011).
Namun, bahkan ketika pasangan mampu melakukan negosiasi penggunaan kontrasepsi, faktor seksual dan hubungan memiliki potensi untuk berkontribusi seks tanpa kondom, bahkan tanpa adanya keinginan untuk kehamilan. Bantuan pada penggunaan kondom menunjukkan bahwa orang mungkin meninggalkan kondom dalam upaya untuk memfasilitasi baik kedekatan fisik dan emosional, atau hanya karena hasrat seksual yang signifikan.
Pasangan mungkin meninggalkan kontrasepsi jika mereka melihat bahwa kontrasepsi mengurangi kenikmatan seksual dan kenikmatan. Satu studi menemukan bahwa remaja terlibat dalam seks tanpa kondom untuk mengungkapkan cinta, pengalaman kesenangan, meningkatkan mood, dan menyenangkan pasangan mereka. Studi lain menemukan bahwa perempuan muda lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan metode kontrasepsi pada hari-hari ketika mereka merasa sangat dekat dengan atau terhubung dengan pasangan mereka.
Selain itu, bukti kualitatif menunjukkan bahwa beberapa orang mungkin secara sengaja mengambil risiko kehamilan yang tidak dilindungi, meskipun seorang anak tidak diinginkan, karena hal itu dapat meningkatkan pengalaman seksual, menguatkan hubungan, atau menguji kesuburan seseorang dan kemampuan prokreasi(Foster,Higgins, Biggs, McCain, Holtby, Brindis, 2011).

5.      Perilaku makan (eating pattern)

Dibandingkan segmen usia lain, diet yang tidak kuat malah masalah yang paling umum dialami oleh remaja putri, gizi yang tidak kuat akan menimbulkan masalah kesehatan yang akan mengikuti sepanjang kehidupan.
Kekurangan gizi selama remaja dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, termasuk emosi yang tidak stabil. Keinginan untuk menjadi kurus yang tidak tepat, dan ketidakstabilan dalam gaya hidup dan lingkungan soscial secara umum.
Beberapa perilaku spesifik yang dianggap menyebabkan masalah tersebut adalah: melewatkan waktu makan satu kali atau lebih setiap hari, pemilihan makanan selingan (Snack) yang kurang tepat, kurangnya supervisi (misalnya orang tua) dalam memilih makanan diluar rumah, takut mengalami obesitas-khususnya remaja putri, perhatian pada makanan tertentu yang menyebabkan jerawat, kurangnya waktu untuk mengkonsumsi makan secara teratur, kurang didampingi ketika mengonsumsi makanan tertentu, tidak minum susu, mulai menkonsumsi alkohol (Tarwono, Dkk, 2010).

6.      Aktivitas Fisik (Physical inactivity)

Istilah 'aktivitas fisik', 'latihan' dan 'fitness' kadang-kadang digunakan secara bergantian dan kadang-kadang salah (Sallis & Owen, 1999). 'Aktivitas fisik' mengacu pada setiap gerakan tubuh, tetapi umumnya terhadap gerakan kelompok otot besar (terutama kaki dan tangan) yang menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam pengeluaran energi metabolik, di atas tingkat istirahat.
Pada saat ini aktivitas fisik yang tidak aktif merupakan sebagian disebabkan oleh partisipasi tidak cukup dalam aktivitas fisik selama waktu luang dan terjadi peningkatan perilaku menetap selama bekerja maupun kegiatan domestik.
Peningkatan urbanisasi telah menghasilkan beberapa faktor lingkungan yang dapat menghambat partisipasi dalam aktivitas fisik seperti: Kekerasan, tingginya kepadatan lalulintas, kualitas udara yang rendah, polusi, kurangnya taman, trotoar dan fasilitas olahraga / rekreasi (WHO, TT).

7.      Mengontrol berat badan (Weight control)

Weight Management melibatkan adopsi gaya hidup sehat yang meliputi pengetahuan gizi dan olahraga, sikap positif dan motivasi yang tepat. Motif internal seperti kesehatan yang lebih baik, meningkatkan energi, harga diri dan kontrol pribadi meningkatkan peluang keberhasilan manajemen berat badan seumur hidup (USCFMedical Center, TT).
Mengingat prevalensi global dari orang-orang yang kelebihan berat badan dan obesitas, strategi diet yang efektif diperlukan untuk kedua menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan yang sehat. kebanyakan strategi menekankan komposisi makronutrien dari diet, dan banyak peneliti telah meneliti efek dari konten makronutrien pada kenyang (efek dari makanan atau makan setelah makan telah berakhir), asupan makanan, dan berat badan (Tohill, 2004).
Prevalensi perilaku mengendalikan berat badan yang tidak sehat, seperti puasa, makan makanan yang sangat sedikit, menggunakan makanan pengganti (bubuk atau minuman khusus), melewatkan makan, dan merokok lebih banyak rokok, tetap konsisten di antara kira-kira sepertiga dari laki-laki dari remaja ke dewasa .
Di antara perempuan, kebiasaan makan yang tidak sehat meningkat sedikit di antara yang termuda dari 48 % menjadi 51 % saat mereka memasuki masa dewasa awal dan sedikit menurun dari 61% menjadi 54 % di antara kelompok yang lebih tua ketika mereka mendekati usia dewasa tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tindakan pengendalian berat badan ekstrim meningkat secara signifikan pada kedua kelompok usia anak perempuan dan anak laki-laki yang lebih tua diantara saat mereka memasuki usia dewasa (Warner, 2011).

Hubungan Perilaku dan Faktor – Faktor Perilaku Berisiko


  • Penyakit jantung : merokok, kolesterol tinggi, kurang berolah raga, tekanan darah tinggi, stress.
  • Kanker (malignant neoplasma): merokok, penyalahgunaan minum minuman keras, cara diet (makanan) yang salah.
  • Stroke (penyakit serebro vaskuler) : merokok, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan stress.
  • Kecelakaan (termasuk kecelakaan kendaraan bermotor) : penggunaan alcohol, penyalahgunaan obat, mengendarai kendaraan terlalu kencang, tidak menggunakan sabuk pengaman).
  • Influenza dan pneumonia : merokok dan tidak mendapat vaksinasi.



DAFTAR PUSTAKA
BAB II.pdf. Perilaku Berisiko Terhadap Kesehatan. Kholik, Ahmad, (2014). Promosi Kesehatan : Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media, dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan, Jakarta: Rajawali Pers.
Smet, Bart, (1994). Psikologi Kesehatan, Jakarta : Penerbit PT Grasindo.



Post a Comment

0 Comments