KONSEP TENTANG IMR, MMR DAN DAMPAK KESEHATAN PERINATAL



IMR (Infant Mortality Rate)

Definisi Angka Kematian Bayi (IMR)

Angka Kematian Bayi ( Infant Mortality Rate) di Indonesia tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka kematian bayi ini didapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut. Menurut laporan WHO pada tahun 2000, angka kematian bayi di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran
Angka kematian bayi ( Infant Mortality Rate) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat karena dapat menggambarkan kesehatan penduduk secara umum. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat didefenisikan sebagai kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun (BPS). Selama ini telah dilakukannya beberapa upaya untuk dapat menekan Angka Kematian Bayi (AKB) dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan dan hasilnya menunjukkan perbaikan yang sangat berarti. Sedangkan untuk Indonesia pada tahun 2000 telah berhasil mencapai target yang telah ditetapkan oleh World Summit for Children (WSC), yaitu 65 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia juga sudah mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya penurunan AKB dalam beberapa dekade terakhir. Namun walaupun telah mencapai target namun, dibandingkan Negara-negara ASEAN lainnya tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi.

Penyebab Kematian Bayi

Di bawah ini ada beberapa penyebab kematian bayi (Waang, 2012) sebagai berikut:

1.   Umur ibu

Umur ibu turut menentukan kesehatan maternal dan sangat erat dengan kondisi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya. Usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua ( 20 tahun atau merupakan faktor penyulit kehamilan, sebab ibu yang hamil terlalu muda, keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas serta merawat bayinya, sedangkan yang usianya 35 tahun atau lebih akan menghadapi risiko kelainan bawaan dan penyulit pada waktu persalinan yang disebabkan oleh karena jaringan otot rahim kurang baik untuk menerima kehamilan (Kusumandiri, 2010 dalam Waang, 2012). Di Indonesia perkawinan usia muda cukup tinggi, terutama di daerah pedesaan. Perkawinan usia muda biasanya tidak disertai dengan persiapan pengetahuan reproduksi yang matang dan tidak pula disertai kemamuan mengakses pelayanan kesehatan karena peristiwa hamil dan melahirkan belum dianggap sebagai suatu keadaan yang harus dikonsultasikan ke tenaga kesehatan.Masih banyak terjadi perkawinan, kehamilan dan persalinan di luar kurun waktu reproduksi yang sehat terutama pada usia muda. Resiko kematian pada kelompok dibawah 20 tahun dan pada kelompok diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok reproduksi sehat yaitu 20 – 34 tahun (Mochtar, 1998), ada referensi lain yang menyatakan bahwa kematian maternal pada waktu hamil dan melahirkan umur < 20 tahun 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari kematian maternal pada usia 20 – 30 tahun dan akan meningkat pada usia > 35 tahun.

2.   Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik yang meninggal ataupun yang hidup (Joeharno 2008 dalam Istonia dalam Waang, 2012). Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan (Karjatin, 2002 dalam Waang, 2012) dengan demikian paritas erat hubungannya dengan penyulit atau komplikasi persalinan yang pernah dialami pada kelahiran-kelahiran lalu. Kematian ibu yang pertama cukup tinggi akan tetapi menurun pada kehamilan kedua atau ketiga namun akan meningkat lagi pada kehamilan yang keempat dan mencapai puncaknya pada kehamilan yang kelima atau lebih. Selain itu jumlah persalinan akan memberikan pengalaman kepada ibu untuk persalinan persalinan berikutnya. Ibu-ibu yang belum pernah melahirkan cenderung mencari tahu tentang proses persalinan dan pelayanan yang cepat.

3.   Pendidikan

Notoatmodjo pada tahun 2005 mengungkapkan pendidikan mempengaruhi proses belajar, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin banyak informasi yang didapat. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan kematangan intelektual seseorang. “Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun dalam cara pengambilan keputusan yang bijaksana”. (Cherawati, 2004 dalam Istonia dalam Waang, 2012). Pengertian pendidikan disini menegaskan bahwa dalam pendidikan hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa secara aktif mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi-potensinya sehingga menjadi kemampuan-kemampuan yang dimilikinya secara alamiah. Defenisi ini juga memungkinkan sebuah keyakinan bahwa manusia secara alamiah memiliki dimensi jasad, kejiwaan dan spiritualitas. Di samping itu , defenisi yang sama memberikan ruang untuk berasumsi bahwa manusia memiliki peluang untuk bersifat mandiri, aktif, rasional, sosial dan spiritual. Pengertian pendidikan tersebut juga dapat didukung oleh pertalian sosial yang dibuat oleh teoritisi fungsionalis dari Talcott Parsons (1959), bahwa diantara tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat meningkatkan keahlian pekerja, dan meningkatkan penghasilan individu (Waang, 2012). Dimana dengan mengecap pendidikan sampai tingkat tinggi, maka kita akan mempunyai keahlian yang bisa kita gunakan untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan penghasilan bagi kita guna untuk meniningkatkan kesejahteraan keluarga. Pengertian secara lebih operasional dikemukakan oleh Philip H. Phenix ketika mendefenisikan pendidikan, yang dalam hal ini pendidikan umum sebagai suatu process of engendering essential meanings, proses pemunculan makna-makna yang esensial (Abdul Latif, 2007 dalam Waang, 2012). Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan sistem persekolahan, mempunyai peranan yang amat menentukan perkembangan potensi manusia secara maksimal. Rendahnya tingkat pendidikan dan besarnya beban tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan maupun keterpurukan kesehatan di daerah perdesaan. Melalui pendidikan, masyarakat memiliki kesempatan untuk menggali potensinya demi memperoleh kehidupan yang lebih layak. Akses perempuan dalam dunia pendidikan tidak serta mengatasi masalah diskriminasi yang di alami perempuan. Maknanya adalah terbukanya akses pendidikan tidak serta merta membawa transformasi sosial apalagi transformasi kebudayaan. Selain itu pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pola perkembangan anak. Fenomena yang terjadi kebanyakan orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga di masa yang akan datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat“Wanita dengan tingkat pendidikan rendah biasanya cenderung untuk mempunyai keputusan yang tidak dianjurkan. Ibu dari pedesaan yang berpendidikan rendah biasanya cenderung melahirkan dirumah dan ditolong oleh dukun sehingga banyak mengalami komplikasi kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi. Hal ini terjadi karena rendahnya pendidikan ibu di pedesaan dan tidak tahu menggunakan akses fasilitas kesehatan”. Hasil studi (Wijono, 2001 dan Yuliana 2011 dalam Waang, 2012). Faktor pendidikan ibu merupakan faktor pengaruh yang kuat terhadap kematian bayi. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian da kemampuan di dalam dan luar sekolah seumur hidup sehingga makin matang dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah termasuk masalah kesehatan dalam rangka menekan risiko kematian. Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan reaksi serta pembuatan keputusan rumah tangga terhadap penyakit. Ini terlihat bahwa kematian balita yang rendah dijumpai pada golongan wanita yang mempunyai pendidikan yang tinggi. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertian terhadap perawatan kesehatan dan perlunya pemeriksaan kehamilan.

4.   Jarak Ke Fasilitas Kesehatan

Menurut Andersen (1975 dan Green 1980 dalam Waang, 2012) jarak berhubungan dengan kererjangkauan pelayanan kesehatan yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Masyarakat yang membutuhkan seringkali tidak dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan akibat hambatan jarak yang dipengaruhi oleh jenis jalan, jenis kendaraan, berat ringannya penyakit dan kemampuan biaya untuk ongkos jalan. Dengan demikian terjadi keterlambatan rujukan dalam mencapai fasilitas kesehatan yang lebih lengkap sehingga bila terjadi komplikasi pada ibu akan sulit untuk diatasi.

5.   Kesejahteraan Sosial

Menurut Arthur Dunham kesejahteraan sosial didefinisikan sebagai kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan didalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Di sisi lain, pengertian kesejahteraan sosial dituangkan kedalam undang-undang nomor 6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila Istonia (Waang, 2012). Kesejahteraan sosial sebagai fungsi terorganisir adalah kumpulan kegiatan yang bermaksud untuk memungkinkan individu-individu, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas menanggulangi masalah sosial yang diakibatkan oleh perubahan kondisi-kondisi. Tetapi disamping itu, secara luas, kecuali bertanggung jawab terhadap pelayanan-pelayanan khusus, kesejahteraan sosial berfungsi lebih lanjut ke bidang yang lebih luas di dalam pembangunan sosial suatu Negara (Midgley, 2000). Pada pengertian yang lebih luas, kesejahteran sosial dapat memainkan peranan penting dalam memberikan sumbangan untuk secara efektif menggali dan menggerakkan sumber-sumber daya manusia serta sumber-sumber material yang ada disuatu negara agar dapat berhasil menanggulangi kebutuhan-kebutuhan sosial yang ditimbulkan oleh perubahan, dengan demikian berperan serta dalam pembinaan bangsa (Midgley, 2000).

6.   Sosial Budaya

Sosial budaya adalah (adat istiadat) atau kebiasan yang sering kali dilakukan. Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia. Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan  pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya (Muhammad, 1996 dalam Suryawati 2007).

7.   Pelayanan Kesehatan

Perilaku dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi drajat kesehatan baik individu maupun masyarakat. Peningkatan drajat kesehatan hanya dapat dicapai apabila kebutuhan (need) dan tuntutan (demand) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat terhadap kesehatan dapat terpenuhi kebutuhan dan tuntutan ini adalah sesuatu yang terdapat pada pihak pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) (Waang, 2012). Menurut levey dan Lomba yang dikutip oleh Azwar (2010), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun masyarakat. 

Kematian

Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen demografi yang berpengaruh terhadap struktur dan jumlah penduduk. Pengertian mati menurut Budi Utomo (1985) dalam Mantra (2000) adalah peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.    Peristiwa kematian berdasarkan definisi sekitar kelahiran dan sebelumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu: kematian dalam rahim (intra uterin) dan kematian luar rahim (extra uterin).
Peristiwa kematian bayi di dalam rahim (intra utrin):

  1. Abortus, kematian janin menjelang dan sampai 16 minggu.
  2. Immatur, kematian janin antara umur kandungan di atas 16 minggu sampai pada umur kandungan 28 minggu.
  3. Prematur, kematian janin di dalam kandungan pada umur di atas 28 minggu sampai waktu lahir.
Sedangkan kematian bayi di luar rahim (extra utrin) dibedakan atas:

  1. Lahir mati (still berth), kematian yang cukup masanya pada waktu keluar dari rahim, tidak ada tanda-tanda kehidupan.
  2. Kematian baru lahir (neo natal death) adalah kematian bayi sebelum berumur satu bulan tetapi kurang dari satu tahun.
  3. Kematian lepas baru lahir (post neo natal death) adalah kematian bayi setelaah berumur satu bulan tetapi kurang dari satu tahun.
  4. Kematian bayi (infant mortality), kematian setelah bayi lahir hidup hingga berumur kurang dari satu tahun.

Kematian Neonatal

Neonatal dini adalah bayi lahir hidup dalam masa 7 hari sejak dilahirkan. Neonatal dini merupakan bagian dari bagian neonatal yang dibagi untuk mengidentifikasi penyebab kematian pada kelompok neonatal (WHO, 2001). Neonatal adalah bayi yang lahir hidup hingga 28 hari sejak dilahirkan. Neonatal merupakan bagian dari interval bayi yang dimulai dari lahir sampai tahun pertama kehidupan (Benson & Martin, 2009). Keadaan bayi waktu lahir dipengaruhi oleh keadaan bayi sewaktu dalam rahim, terutama selama kehamilan dan persalinan. Keadaan pada saat lahir bervariasi dari bayi normal yang menangis dan aktif sampai bayi yang sama sekali tidak memberi respon dan mungkin meninggal jika tidak diberi bantuan nafas atau resusitasi. Penyediaan pelayanan kebidanan dan perawatan bayi baru lahir harus siap untuk memberikan pertolongan dan perawatan secara menyeluruh untuk bayi baru lahir. Perawatan neonatal yang optimal memerlukan pengetahuan mengenai riwayat keluarga, riwayat kehamilan sebelumnya dan saat ini, serta keadaan waktu persalinan. Kondisi seorang ibu memengaruhi keadaan dari neonatus yang dilahirkan. Komplikasi kehamilan yang meningkatkan risiko pada kehamilan ibu dan neonatal, komplikasi kehamilan, komplikasi medis maternal dan komplikasi obstetric berpengaruh langsung pada neonatal sehingga kondisi morbiditas dan mortalitas dari neonatal tersebut.

Kematian Neonatal Dini

Kematian neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama kehidupan bayi (WHO, 2001). Oleh karena itu, kematian neonatal dini adalah bayi yang dilahirkan dalam keadaan hidup namun kemudian meninggal dalam 7 hari pertama kehidupannya (yaitu pada minggu pertama setelah kelahirannya). Kematian neonatal lanjut adalah jumlah bayi lahir hidup yang meninggal pada rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu kedua hingga keempat dari kehidupannya). Setiap bayi yang lahir hidup mempunyai kondisi masa kehamilan, proses kelahiran dan lingkungan yang mungkin juga berbeda serta akses pelayanan terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda. Hal ini diperkirakan setiap bayi mempunyai kelangsungan hidup yang berbeda-beda. Angka kematian neonatal dini merupakan satu dari ukuran pelayanan perinatal yang paling penting. Angka ini terutama menandai standar pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu hamil selama persalinan dan bayi pada satu minggu pertama kehidupannya. Standar pelayanan yang diberikan pada bayi merupakan faktor utama yang menentukan angka kematian neonatal dini. Tingginya angka kematian neonatal sangat menggambarkan buruknya standar pelayanan bagi bayi baru lahir. Dalam rangka mengetahui penyebab kematian neonatal terutama neonatal dini perlu dilakukan pengelompokan penyebab kematian neonatal. Penyebab utama adalah masalah atau penyakit yang diderita ibu selama kehamilan maupun persalinan yang berakibat pada meninggalnya bayi. Namun, penyebab akhir kematian neonatal dini juga harus dilihat. Penyebab akhir yang dimaksud adalah masalah klinis yang terjadi pada saat kematian bayi. Baik penyebab utama maupun penyebab akhir kematian harus ditentukan pada tiap kematian neonatal

Penyebab Kematian Neonatal Dini

Penyebab utama penting untuk diketahui karena sebagian besar diantaranya dapat dihindarkan. Cara penanganan untuk mengurangi risiko kematian neonatal dini biasanya ditujukan untuk mencegah atau menangani kasus-kasus ini. Penyebab utama kasus lahir mati dan kematian neonatal dini adalah hamper sama/mirip sehingga sebaiknya dipertimbangkan bersama-sama. Penyebab utama kematian neonatal dini adalah masalah obstetrik selama kehamilan maupun persalinan yang dapat mengakibatkan kematian. 

Penyebab utama kematian neonatal dini adalah:
1)      Persalinan prematur.
2)      Hipoksia intrapartum.
3)      Perdarahan antepartum.
4)      Hipertensi dalam kehamilan.
5)      Infeksi.
6)      Kelainan janin atau anomali.
7)      Gangguan pertumbuhan intrauterin.
8)      Trauma.
9)      Penyakit sistemik pada ibu hamil.

Mengetahui penyebab utama kematian dapat membantu mengenali cara menghindarkan terjadinya kematian. Yang paling sering terjadi adalah tidak ditemukannya dasar-dasar dari berbagai masalah yang terjadi. Persalinan prematur (yaitu persalinan sebelum 37 minggu usia kehamilan), mungkin disebabkan oleh:
1)      korioamnionitis (kadang asimptomatik).
2)      ketuban pecah dini (dengan atau tanpa korioamnionitis).
3)      inkompetensi serviks.

Penyebab hipoksia intrapartum adalah:
1)      Distosia atau partus macet, disproporsi kepala-pelvik dan kontraksi hipertonik.
2)  Prolapsus tali pusat. Kecuali pada kasus prolapsus tali pusat, hipoksia intrapartum hampir selalu disebabkan oleh kelainan kontraksi uterus, khususnya bila tidak terjadi relaksasi normal diantara kontraksi. Hipoksia intrapartum ditandai dengan tanda gawat janin dalam persalinan. Diagnosis dini dan penanggulangan secara tepat berbagai faktor yang membahayakan janin dan mencegah partus macet, merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan faktor risiko dari neonatal, 

Berikut ini merupakan risiko tinggi neonatal yang berisiko mengalami kematian (Munuaba, 2010):
(1)      Bayi baru lahir dengan asfiksia.
(2)      Bayi baru lahir dengan tetanus neonatorum.
(3)      BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500 gram).
(4)      Bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 setelah lahir)
(5)      Bayi baru lahir dengan sepsis.
(6)      Bayi kurang bulan dan lebih bulan.
(7)      Bayi baru lahir dengan cacat bawaan.
(8)      Bayi lahir melalui proses persalinan dengan tindakan.

Kematian Perinatal

Banyak konsep berkaitan dengan kematian perinatal. Ada yang mengatakan bahwa kematian perinatal adalah kematian janin pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah dengan kematian bayi usia 1 minggu. Definisi lain mengatakan bahwa kematian perinatal adalah jumlah lahir mati ditambah dengan kematian bayi dalam 7 hari pertama kehidupannya. Sedangkan menurut Moeslay dan Chen (1984) dalam Ritan (2008), mengatakan bahwa kematian perinatal merupaka kematian bayi yang terjadi pada saat umur gestasi 22 minggu lengkap (154 hari) sampai 7 hari setelah dilahirkan.
Kematian perinatal merupakan ukuran kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara. Kematian perinatal juga dapat dipakai sebagai tolak ukur dari keberhasilan suatu produk kehamilan (konsepsi).  Pada suatu kehamilan dapat terjadi suatu kegagalan, bila kegagalan ini terjadi pada suatu kehamilan maka disebut keguguran. Hasil kehamilan yang lebih baik adalah bayi cukup bulan yang menunjukkan pertumbuhan yang baik dalam kandungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian perinatal

Penelitian ini mengedepankan beberapa variabel berikut, yakni pelayanan Antenatal care (ANC), tempat persalinan, tenaga penolong persalinan, sistem pemantauan persalinan dan anggaran, yang termasuk dalam faktor pelayanan kesehatan maternal; variabel usia maternal, riwayat penyakit, riwayat persalinan dan status gizi yang termasuk dalam faktor intrinsik ibu serta variabel custom/adat – kebiasaan dan tradisi yang merupakan faktor sosial budaya. Ketiga faktor tersebut diduga mempengaruhi ibu maternal berkaitan dengan kesehatan kehamilannya, anak yang dikandungnya, proses persalinan dan kesehatan bayi yang berada dalam periode perinatal.

Dampak Jangka Panjang Kesehatan Perinatal

Dampak sistem kardiovaskular

Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial transien. Secara klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti, takipnu, takikardia, pembesaran hati dan irama derap. Bising sistolik dapat terdengar di garis sternalis kiri bawah (regurgitasi trikuspid) dan dapat terdengar di apeks (regurgitasi mitral). Foto toraks memperlihatkan kardiomiopati dan kongesti vena pulmonalis. EKG memperlihatkan depresi segmen S-T di mid precordium dan gelombang T yang negatif abnormal di left precordium. Serum kreatin kinase plasma MB isoenzime meningkat >5-10% mungkin menunjukkan adanya kerusakanmiokard. Ekokardiografi memperlihatkan strukturjantung yang normal tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang terutama di dinding posterior. Selain itu ditemukan hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, dan renjatan.

Dampak terhadap ginjal

Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan perdarahan medula. Dalam penelitian terhadap 7 orang neonatus dengan asfiksia perinatal, Dauber dkk (1976) menemukan 4 dari 7 orang neonatus dengan gagal ginjal. Gejala utama oliguria disertai peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat sensitif terhadap hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan mengakibatkan iskemia ginjal yang awalnya bersifatsementara namun bila hipoksia berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat menetap. Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis tubular akut dan SIADH. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan jumlah urin, urinalisis, berat jenis urin, osmolaritas dan elektrolit urin dan serum. Pengukuran kadar kreatinin urin dan serum bersamaan dengan kadar natrium urin dan serum diperlukan untuk menghitung fraksi ekskresi natrium dan indeks ginjal untuk memastikan adanya gangguan ginjal. Pengukuran kadar b2- mikroglobulin di urin juga berguna untuk mengetahui disfungsi tubulus proksimal ginjal. Besar ginjal perlu dipantau dengan USG.

MMR (Maternal Mortality Rate)

Definisi Angka Kematian Ibu (MMR)

Angka Kematian ibu adalah jumlah kematian ibu selama periode waktu tertentu per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil atau dalam 42 hari pengakhiran kehamilan, terlepas dari durasi dan tempat kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan dari penyebab kecelakaan atau insidental (WHO, 2010). Berdasarkan definisi WHO tersebut menggambarkan adanya hubungan akibat dan sebab antara kehamilan dan kematian maternal. Ibu yang hamil mungkin mengalami keguguran atau kehamilan ektopik terganggu, atau ibu yang hamil mungkin meninggal dunia sebelum melahirkan atau ibu yang hamil telah melahirkan seorang.bayi dalam keadaan hidup atau mati yang diikuti dengan komplikasi kehamilan persalinan dan nifas yang menyebabkan kematian maternal. Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara-negara berkembang. Sekitar 25-50% kematian perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan menjadi faktor utama mortalitas perempuan pada masa puncak produktivitasnya. Walaupun kematian ibu telah lama menjadi masalah di negara-negara berkembang, baru pada tahun 1987 untuk pertama kali diadakan Konferensi Internasional tentang kematian ibu di Nairobi Kenya. Pada tahun 1990 dilangsungkan World Summit for children di New York, USA yang antara lain bersepakat untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi separuh pada tahun 2000.

Epidemiologi Kematian Ibu          

Walaupun berbagai upaya telah dilaksanakan, angka kematian ibu di berbagai Negara berkembang masih tetap atau penurunannya sangat lambat. Safe Motherhood Technical Consultation yang diadakan di Colombo, 1997 mengidentifikasi beberapa isu kunci sebagai berikut:

  1. Kurang jelasnya prioritas serta intervensi program Safe Motherhood sehingga kurang terarah dan kurang efektif.
  2. Kurangnya informasi tentang intervensi yang mempunyai dampak bermakna dan segera dalam menurunkan kematian ibu.
  3. Strategi Safe Motherhood kadang-kadang terlalu luas, mulai dari meningkatkan status perempuan, memperbaiki undang-undang, memperluas pelayanan kesehatan maternal, dan memperluas pelayanan emergensi.
  4. Beberapa program yang khusus dalam pelayanan kesehatan maternal ternyata dikemudian hari tidak atau kurang efektif, seperti penapisan risiko pada asuhan antenatal dan pelatihan dukun.
  5. Tidak dilakukannya intervensi yang sebenarnya efektif seperti penanganan komplikasi aborsi karena masih dianggap sebagai isu yang sensitif.
  6. Tidak tersedianya panduan teknis atau program, kurikulum pelatihan dan sumber lain secara luas.
  7. Kurangnya komitmen politik dari penentu kebijakan.
Kurangnya koordinasi dan komitmen diantara pemerintah dan lembaga donor.Menurut perkiraan WHO setiap tahun terjadi 500.000 kematian ibu yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, 99% di antaranya terjadi di Negara- negara berkembang. Lebih dari separuhnya (300.000) terjadi di Asia, yang hampir 3/4- nya di Asia Selatan. Risiko kematian maternal di negara maju 1 diantara 15-50, yang berarti peningkatan 200-250 kali.Kematian ibu merupakan fungsi dari berbagai hal, bukan hanya dari faktor-faktor pelayanan kesehatan saja. Kehamilan dan persalinan yang terlalu dini, kemiskinan, ketidaktahuan, kebodohan, budaya diam kaum wanita, dan rendahnya status wanita pada hal-hal tertentu. Transportasi yang sulit, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik, dan pantangan tertentu pada wanita hamil juga ikut berperan. Kematian ibu atau AKI di daerah berkembang sebesar 240 adalah 15 kali lebih tinggi dari pada di negara maju yaitu 16 per 100.000 kelahiran hidup atau 99% (284.000) kematian ibu secara global dan mayoritas di antaranya berada di sub-Sahara Afrika (162.000 kematian ibu) dan Asia Selatan (83.000 kematian ibu). Sub-Sahara Afrika memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi yaitu 500 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan Asia Timur memiliki yang terendah di antara negara berkembang yaitu 37 kematian ibu per 100.000 KH. Urutan AKI di negara berkembang adalah Asia Selatan 220/100.000 KH, Oceania 200/100.000 KH, South-East Asia 150/100.000 KH, Amerika Latin dan Karibia 80/100.000 KH, Afrika Utara 78/100.000 KH, Asia Barat 71/100.000 KH, Caucasus dan Asia Tengah 46/100.000 KH. Meskipun sebagian besar negara-negara Afrika sub-Sahara memiliki AKI tinggi namun ada beberapa nergara yang memiliki AKI rendah berkisar antara 20-99/100.000 KH seperti: Mauritius (60/100.000 KH), Sao Tome Principe (70/100.000 KH) dan Cabo Verde (79/100.000 KH) sedangkan negara-negara di Afrika yang dikategorikan AKI moderat (100-299/100.000 KH) antara lain: Botswana 160/100.000 KH, Djibouti 200/100.000 KH, Namibia 200/100.000 KH, Gabon 230/100.000 KH, Equatorial Guinea 240/100.000 KH, Eritrea 240/100.000 KH dan Madagaskar 240/100.000 KH.

Penyebab Kematian Ibu

Penyebab kematian ibu dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni:

1.   Penyebab langsung

Penyebab langsung adalah penyebab obstetri dari kematian ibu. Penyebab langsung didefinisikan sebagai apabila kematian disebabkan oleh komplikasi dalam masa kehamilan, proses persalinan, atau masa nifas dan oleh karena intervensi, kelalaian,kesalahan dalam pengelolaan, maupun oleh suatu sebab yang ditimbulkan salah satu faktor tersebut. Lima penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), partus lama atau macet, infeksi, dan abortus. Perdarahan, HDK, dan infeksi masih sebagai penyumbang utama dalam kematian ibu di Indonesia. Walaupun perdarahan masih menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian ibu yang paling banyak, persentasenya cenderung turun, sementara sebaliknya, persentase kematian oleh karena HDK mengalami peningkatan.

2.   Penyebab tidak langsung

Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah penyebab kematian non-obstetri. Penyebab tidak langsung dapat berupa berkembang selama masa kehamilan, persalinan, atau nifas yang diperparah dengan adanya adaptasi fisiologik dalam kehamilan atau sebaliknya, yakni memperberat kehamilan dan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Persentase kematian ibu oleh sebab indirek di Indonesia adalah 22%.

Upaya Menurunkan Kematian Ibu

Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat ditinjau dari AKI dan AKB. Salah satu faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga penolong persalinan. Meskipun banyak ibu hamil yang pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di pedesaan. untuk dapat menekan AKB dan AKI perlu digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu (GSI), kelangsungan hidup, perkembangan serta perlindungan ibu dan anak, Gerakan Keluarga Reproduksi Sehat (GKRS), Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa – desa.Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinan dapat dilalui dengan sehat dan aman, serta menghasilkan bayi yang sehat. Di Indonesia, upaya Safe Motherhood diterjemahkan sebagai upaya kesejahteraan/ keselamatan ibu. Kesejahteraan ibu menunjukkan ruang lingkup yang luas, meliputi hal - hal di luar kesehatan, sedangkan keselamatan ibu berorientasi khusus pada aspek kesehatan. Safe Motherhood memiliki Empat Pilar Utama yaitu;
1)      Keluarga berencana.
2)      Pelayanan Antenatal Care (ANC).
3)      Persalinan yang aman.
4)      Pelayanan obstetric essensi/emergensi.
Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal care yang bertujuan utamanya mencegah komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Definisi BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1994) dan ditimbang sampai dengan 24 jam setelah kelahiran. Bayi yang lahir dengan berat badan 200-2499 gram beresiko 10 kali lebih tinggi untuk meninggal dari pada bayi yang lahir dengan berat badan 3000-3499.

Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram . BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Manifestasi Klinis BBLR

Secara umum, gambaran klinis dari bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1. Berat badan dari 2500 gram.
2. Panjang kurang dari 45 cm.
3. Lingkar dada kurang dari 33 cm.
4. Lingkar kepala kurang dari 37 minggu.
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
6. Kepala lebih besar.
7. Kulit Tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
8. Otot hipotonik lemah.
9. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea.
10.Eksremitas: paha, abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
11.Kepala tidak mampu tegak.
12.Pernapasan 40-50 kali/menit.
13.Nadi 100-140 kali/menit.
BBLR menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah, yaitu sebagai berikut:

Tanda – tanda bayi kurang bulan (KB):


  1. Kulit Tipis dan mengkilap.
  2. Tulang rawan telinga sangat lunak, belum terbentuk dengan sempurna.
  3. Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukn terutama pada punggung.
  4. Jaringan payudara belum terlihat, putting masih berupa titik.
  5. Pada bayi perempuan, labia mayora belum menutupi labia minora.
  6. Pada bayi laki-laki, skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun.
  7. Rajah telapak tangan kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk.
  8. Kadang disertai dengan pernafasan yang tidak teratur.
  9. Aktivitas dan tangisnya lemah.
  10. Refleks menghisap dan menelan tidak efektif atau lemah.

Tanda-tanda bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK):


  1. Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan, tetapi beratnya kurang dari 2500 gram.
  2. Gerakannya cukup aktif, tangisnya cukup kuat.
  3. Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis.
  4. Bila kurang bulan, jaringan payudara kecil, putting kecil. Bila cukup bulan, payudara dan putting sesuai masa kehamilan.
  5. Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia manora.
  6. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun.
  7. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian.
  8. Mengisap cukup kuat.

Tanda – tanda BBLR

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai ciri-ciri:

  1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
  2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
  3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
  4. Rambut lanugo masih banyak.
  5. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
  6.  Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
  7. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
  8. Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki)
  9. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
  10. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
  11. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang.

Diagnosis BBLR

Dalam mendiagnosa bayi dengan BBLR maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

  1. Perhitungan HPHT (hari pertama haid terakhir)
  2. Penilaian secara klinis: BB, TB, PB, Lingkar dada, dan Lingkar kepala.

Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu:
Menurut harapan hidupnya:

  1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) lahir 1500-2500 gram.
  2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 100-1500 gram.
  3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram.
Menurut masa gestasinya:

  1. Prematuritas murni: masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
  2. Dismaturitas: bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami restardasi pertumbuhan instrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk  masa kehamilan (KMK).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifactorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab terjadinya BBLR adalah kelahiran premature. Semakin muda usia kehamilan semakin besar resiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi.
Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum yaitu sebagai berikut:

Faktor ibu

a.    Penyakit:

  1. Mengalami komplikasi kehamilan, seperti: anemia sel berat, perdarahan ante pantum, hipertensi, preeklampsia berat, eclampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih dan ginjal).
  2. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, HIV/AIDS, malaria, TORCH.
b.   Ibu:

  1. Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
  2. Kehamilan ganda (multi gravida).
  3. Jarak kelahiran yang terlalu dekat pendek (kurang dari 1 tahun).
  4. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
c.    Keadaan sosial ekonomi

  1. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah.
  2. Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat.
  3. Keadaan gizi yang kurang baik.
  4. Pengawasan antenatal yang kurang.
  5. Kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi lahir dari perwakinan yang sah.
d.   Sebab lain:

  1. Ibu perokok.
  2. Ibu peminum alcohol.
  3. Ibu pecandu obat narkotika.
  4. Penggunaan obat antimetabolik.

2.Faktor Janin:


  1. Kelainan kromosom (trisomy autosomal).
  2. Infeksi janin kronik (inklusi, sitomegali, rubella bawaan).
  3. Disautonomia familial.
  4. Radiasi.
  5. Kehamilan ganda/kembar (gemeli).
  6. Aplasia pancreas.

3.Faktor plasenta:

  1. Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya (hidramnion).
  2. Luas permukaan berkurang.
  3. Plasentitis vilus (bakteri, virus, parasit).
  4. Infark.
  5. Tumor (koroangioma, mola hidatidosa).
  6. Plasenta yang lepas.
  7. Sindrom plasenta yang lepas.
  8. Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik).
4.Faktor Lingkungan:

  1. Bertempat tinggal di dataran tinggi.
  2. Terkena radiasi.
  3. Terpapar zat beracun.
Berdasarkan tipe BBLR, penyebab terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
1. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh:

  1. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.
  2. Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia.
  3. Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu.
  4. Malaria kronik, penyakit kronik.
  5. Ibu hamil merokok.
2. BBLR tipe premature, disebabkan oleh:

  1. Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar.
  2. Pernah melahirkan bayi premature sebelumnya.
  3. Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat bayi dalam rahim).
  4. Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).
  5. Ibu hamil yang sedang sakit.
  6. Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.

IMR dan MMR di Negara Berkembang

Kematian atau mortalitas merupakan salah satu proses demografi yang sebagian besar indikatornya menggambarkan derajat kesehatan penduduk. Indikator mortalitas tersebut adalah Crude Death Rate (CDR), Infant Mortality Rate (IMR), Child Mortality Rate (CMR), dan Maternal Mortality Rate (MMR) (Mantra, 2007). Besarnya setiap angka indikator kematian di suatu negara mengindikasikan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan yang ada seperti yang diungkapkan oleh Iskandar (1977).
Berdasarkan tabel di bawah ini menunjukkan nilai IMR dan MMR apabila ditinjau berdasarkan kondisi ekonomi suatu negara (negara maju dan negara berkembang). Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa Negara berkembang memiliki IMR dan MMR lebih tinggi. Indonesia adalah negara dengan IMR dan MMR cukup tinggi dibandingkan negara lainnya. Tingginya IMR dan MMR di negara berkembang atau miskin, khususnya di Indonesia dapat dipengaruhi oleh perilaku dalam perawatan kehamilannya (Setiawan, 2015). _
Distribusi IMR dan MMR sebagian negara berkembang di ASEAN

Sumber: WHO, et al.,2014
Grafik di bawah ini memberikan informasi IMR dan MMR di Indonesia yang merupaka negara bekembang dengan indikator mortalitas. IMR dan MMR tersebut menggambarkan derajat kesehatan suatu kelompok masyarakat, dan besarnya ditargetkan oleh World Health Organization (WHO), Millenium Development Goals (MDGs), dan International Conference on Population and Development (ICPD). Menurut Kemenkes R1 (2014) target tesebut ditetapkan sebagai upaya mencapai tujuan ke-4 dan ke-5 dari MDG’s. Tujuan ke-4 MDG’s adalah menurunkan angka kematian anak dengan salah satu indikator tercapainya angka kematian bayi sebesar 35 setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan tujuan ke-5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dengan tercapainya MMR sebesar 102 pada tahun 2015.



Sumber: BPS,et al, 2013


Post a Comment

0 Comments