GANGGUAN PREHAID

Macam-Macam Gangguan Menstruasi 



Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam: 

Kelainan siklus menstruasi

1. Amenorrhea 

Amenorrhea adalah tidak adanya menstruasi. Kategori amenorrhea primer jika wanita di usia 16 tahun belum mengalami menstruasi, sedangkan amenorrhea sekunder adalah yang terjadi setelah menstruasi. Secara klinis, kriteria amenorrhea adalah tidak adanya menstruasi selama enam bulan atau selama tiga kali tidak menstruasi sepanjang siklus menstruasi sebelumnya. Berdasarkan penelitian, amenorrhea adalah apabila tidak ada menstruasi dalam rentang 90 hari. Amenorrhea sering terjadi pada wanita yang sedang menyusui, tergantung frekuensi menyusui dan status mutrisi dari wanita tersebut (Kusmiran, 2016). 

2. Oligomenorrhea 

Oligomenorrhea adalah tidak adanya menstruasi untuk jarak interval yang pendek atau tidak normalnya jarak waktu menstruasi yaitu jarak siklus menstruasi 35-90 hari (Kusmiran, 2016).

3. Polymenorrhea 
Polymenorrhea adalah sering menstruasi yaitu jarak siklus menstruasi yang pendek kurang dari 21- hari. 

Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi 

Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu perdarahan yang berlebihan/banyak, perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering. Terminologi mengenai jumlah perdarahan meliputi: pola aktual perdarahan, fungsi ovarium, dan kondisi patologis. Abnormal Uterin Bleeding (AUB) adalah keadaan yang menyebabkan gangguan perdarahan menstruasi (Kusmiran, 2016). 
Secara umum terdiri dari: 
  • Menorrahgia, yaitu kondisi perdarahan yang terjadi reguler dalam interval yang normal, durasi dan aliran darah lebih banyak.
  • Metrorraghia, yaitu kondisi perdarahan dalam interval irreguler, durasi dan aliran darah berlebihan/banyak.
  • Polymenorrhea, yaitu kondisi perdarahan dalam interval kurang dari 21 hari. 

Gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi 

Premenstruasi Syndrome (PMS) 

Premenstruasi Syndrome (PMS) atau gejala premenstruasi, dapat menyertai sebelum dan saat menstruasi, seperti perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas, serta mudah lelah. Nafsu makan meningkat dan suka makan makanan yang rasanya asam. Emosi menjadi labil. Biasanya wanita mudah marah, sensitif, dan 23 perasaan negatif lainnya. Saat PMS, gejala yang sering timbul adalah mengalami kram perut, nyeri kepala, pingsan, berat badan bertambah karena tubuh menyimpan air dalam jumlah yang banyak serta pinggang terasa pegal (Kusmiran,2016). 

Dysmenorrhea 

Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan Dysmenorrhea, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung. Gejala gastrointestinal seperti mual dan diare dapat terjadi sebagai gejala menstruasi (Kusmiran, 2016). 

Pengertian Dysmenorrhea 

Dismenore atau dalam bahasa kedokteran dikenal dengan Dysmenorrhea, merupakan salah satu gangguan yang dialami wanita ketika menstruasi. Dysmenorrhea merupakan keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan suatu fenomena simptomatik meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung (Kusmiran, 2016). 

Menurut Atikah (2009) mengemukakan bahwa Dysmenorrhea adalah keadaan haid dengan rasa nyeri yang menyertai ovulasi dan 24 tidak berhubungan dengan penyakit pelvik. Pendapat lain dalam International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine and Public Health (2012) menyebutkan bahwa Dysmenorrhea didefinisikan sebagai kram atau nyeri pada saat menstruasi yang menyakitkan berasal dari rahim. Ini adalah kondisi ginekologis umum yang dapat mempengaruhi sebanyak 50% perempuan. 

Beberapa defini di diatas dapat disimpulkan bahwa Dysmenorrhea merupakan kondisi ginekologis barupa nyeri pada saat menstruasi meliputi nyeri abdomen, kram, dan sakit punggung yang dapat mengganggu aktivitas . 

Patofisiologi Dysmenorrhea 

Rasa nyeri pada Dysmenorrhea kemungkinan terjadi karena peningkatan sekresi prostaglandin dalam darah haid, yang meningkatkan intensitas kontaksi uterus yang normal. Prostaglandin menguatkan kontraksi otot polos miometrium dan konstriksi pembuluh darah uterus sehingga keadaan hipoksia uterus yang secara normal menyertai haid akan bertambah berat. Kombinasi kontraksi uterus dan hipoksia ini menimbulkan rasa nyeri yang intensif pada Dysmenorrhea. Karena Dysmenorrhea hampir selalu mengikuti siklus ovulasi, baik bentuk primer maupun sekunder nya jarang terjadi selama siklus ovulasi pada haid. 25 Sesudah usia 20 tahun, Dysmenorrhea yang terjadi umumnya merupakan bentuk sekunder (Kowalak, 2013). 

Klasifikasi

Berdasarkan jenisnya, Dysmenorrhea terdiri dari: 

Dysmenorrhea primer 

Dysmenorrhea primer adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan organ reproduksi (tanpa kelainan ginekologi). Primer ini di karenakan proses kontraksi rahim tanpa penyakit dasar sebagai penyebab. Sedangkan dysmenorrhe sekunder disebabkan selain proses menstruasi dan produksi prostaglandin secara alami. 

Ciri khasnya nyeri menstruasi tidak berkurang pada hari-hari menstruasi selanjutnya. Dysmenorrhea primer (Dysmenorrhea sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional) adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan. 

Penyebabnya berasal dari psikis (konstitrusionil: anemia, kelelahan, TBC), (obstetric : serviks sempit, hyperanteflexio, retrolexio), endokrin (peningkatan kadar prostaglandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi). 

Etiologi dari Dysmenorrhea primer yaitu nyeri haid dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang dan paha, terkadang disertai dengan mual, 26 muntah, diare, sakit kepala, dan emosi labil. 

Terapi yang diberikan dapat berupa psikoterapi, analgetika, dan hormonal. 

Dysmenorrhea Sekunder 

Dismenore sekunder adalah nyeri pada saat mentruasi yang berhubungan dengan kelainan panggul. Dismenore sekunder bisa disebabkan oleh polip, endometriosis, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau infeksi. Gejala-gejala biasanya dimulai tahun-tahun usia reproduksi pertengahan atau lewat (setelah usia 20 tahun) (Prawirohardjo, 2011). 

Tanda dan Gejala Dysmenorrhea Tanda dan Gejala yang mungkin terdapat pada dysmenorrhea meliputi rasa nyeri yang tajam, intermiten disertai rasa kram pada abdomen bagian bawah, yang biasanya menjalar ke bagian punggung, paha, lipat paha, serta vulva. Rasa nyeri ini secara khas dimulai ketika keluar darah haid atau sesaat sebelum keluar haid dan mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam. 

Dysmenorrhea dapat pula disertai tanda dan gejala yang memberi kesan kuat kearah sindrom premenstruasi, yaitu gejala sering kencing (urinary frequency), mual dan muntah, diare, sakit kepala, lumbagia (nyeri pada punggung), menggigil, kembung (bloating), payudara yang terasa nyeri, depresi, iritabilitas (Kowalak, 2013). 

Faktor Penyebab Dysmenorrhea 

Penyebab pasti Dysmenorrhea primer hingga kini belum diketahui secara pasti (idiopatik), namun beberapa faktor ditengarahi sebagai pemicu terjadinya nyeri menstruasi, diantaranya: faktor psikis , perempuan dewasa yang emosinya tidak stabil lebih mudah mengalami Dysmenorrhea. 

Faktor endokrin: timbulnya nyeri menstruasi diduga karena kontraksi rahim (uterus) yang berlebihan. Faktor prostaglandin, teori ini menyatakan bahwa nyeri menstruasi timbul karena peningkatan produksi prostaglandin (oleh dinding rahim) scat menstruasi. Anggapan ini mendasari pengobatan dengan antiprostaglandin untuk meredakan nyeri menstruasi (Atikah, 2009). 

Faktor Risiko Dysmenorrhea 

1. UsiaMenarche 

Menstruasi yang pertama kali dialami oleh remaja perempuan disebut menarche, hal ini merupakan ciri biologis dari kematangan sekual perempuan. Usia remaja putri pada waktu pertama kali mendapatkan menstruasi (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun, menarche biasanya terjadi pada usia 8-13 tahun. Dalam penelitian Puspitsari, dkk (2008) hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa menarche pada usia lebih awal merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejaidan 28 dismenore primer. Selain itu alat reproduksi harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun bila menarche terjadi pada usia yang lebih muda dari normal, dimana alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi. 

2. Siklus Menstruasi 

Siklus menstruasi adalah jarak antara masa menstruasi, yaitu jarak dari menstruasi terakhir ke hari pertama menstruasi berikutnya. Sebagian besar wanita terjadi pada pertengahan usia reprodutif. Umumnya sik1us menstruasi terjadi secara periodik setiap 28 hari, ada pula setiap 21 hari dan 30 hari (Kusmiran, 2014). Menurut Charu (2012) memberikan tiga kategori dalam menentukan siklus menstruasi dalam penelitiannya. Remaja dengan interval selama 21-35 hari dianggap memiliki siklus menstruasi normal, jika kurang dari 21 hari dianggap terlalu cepat dan jika lebih dari 35 hari dianggap terlalu lama. 

3. Lama Menstruasi  

Lama keluarnya darah saat menstruasi bervariasi. Lama menstruasi setiap periode umumnya berlangsung sekitar 3 sampai 6 hari. Namun ada juga yang mengalami menstruasi hanya 1 sampai 2 hari dan ada pula yang selama 7 hari, ini masih dianggap normal apabila setiap periode menstruasi memang terjadi seperti itu. 29 Penelitian yang dilakukan oleh Cicilia (2013), kejaidan dismenore paling banyak dialami oleh remaja yang memiliki lama menstruasi 3 sampai 7 hari yaitu sebesar 69,7%. Dalam penelitian Puspitsari, dkk (2008) pun menunjukkan hal yang serupa yaitu 70,2% kejadian dismenore dialami oleh remaja yang memiliki lama menstruasi 3-7 hari. 

4. Riwayat Keluarga 

Riwayat penyakit pada keluarga, merupakan riwayat medis yang dimiliki oleh anggota keluarga di masa lalu. Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko yang terjadinya dismenore pada remaja. Beberapa penelitian sebelumnya menujukkan hal tersebut. Dalam penelitian Charu (2012), sekitar 221 respoonden yang mempunyai riwayat keluarga yang mengalami dismenore, 81,9% (181) diantaranya mengalami dismenore berdasarkan riwayat keluarga. 

5. Aktivitas Fisik 

Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas fisik diantaranya menurut Almatseir aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Abdul,2016). Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan energi. Jadi kesimpulan dari pengertian aktivitas fisik adalah gerakan tubuh oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya yang memerlukan 30 pengeluaran energi. 

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, aktivitas fisik dinilai cukup bila dilakukan selama 30 menit setiap hari atau 3-5 hari dalam satu minggu. Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya dismenore. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa semakin rendah aktifitas fisik maka semakin berat derajat dismenore. Penelitian Fajaryati (2012) mendapatkan bahwa aktifitas fisik berat terbukti menurunkan tingkat dismenore setelah melaksanakan aktifitas secara rutin. 

Untuk mengukur aktivitas fisik dapat menggunakan alat ukur Internatinal Physical Activity Questionnaire (IPAQ) yang dimodifikasi dalam penelitian Janatin (2013) pada bagian aktivitas fisik. Internatinal Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan instrument dalam bentuk kuesioner yang digunakakn untuk mengukur tingkat aktivitas fisik yang dikerjakan masyarakat selama 7 hari terakhir. IPAQ dalam bahasa inggris memiliki hasil uji reabilitas yang baik dengan korelasi 0,81 (95 CI= 0,26-0,39). IPAQ dalam bahasa Indonesia bersifat realibel. 

Tingkat Dysmenorrhe 

Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Dalam penelitian (Khuluq,2014) derajat dismenore merupakan keadaan seseorang ketika mengalami nyeri haid yang ditandai 31 nyeri diperut bawah ketika, selama, dan sesudah menstruasi karena adanya kontraksi pada otot uterus. Dysmenorrhea secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat. 

Menurut Manuaba (2001, dalam penelitian Khuluq,2014), Dysmenorrhea dibagi menjadi 3, yaitu: 
  • Dysmenorrhea ringan Berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan aktivitas kerja sehari-hari. Dismenore ringan terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 1-4. 
  • Dysmenorrhea sedang Diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan pekerjaannya. Terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 5-6. 
  • Dysmenorrhea berat Perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng pinggang, diare, dan rasa tertekan. Dismenore berat terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 7-10. 

Upaya Mengatasi Dysmenorrhea 

Penanganan awal bertujuan meredakan nyeri, meliputi: 
  • Kompres hangat pada perut bagian bawah pusar atau tepat diatas rahim,dapat dilakukan menggunakan handuk atau botol berisi air hangat untuk mengkompres daerah perut bertujuan meredakan nyeri menstruasi. 
  • Tidak mengkonsumsi makananan atau minuman yang memicu atau memperburuk nyeri haid secara berlebihan, contohnya makanan atau minuman yang mengandung kafein seperti teh dan kopi , sebisa mungkin hindari produk seperti yogurt , es krim selama menstruasi , hal tersebut salah satu antisipasi agar tidak mengalami nyeri haid atau disminorea. 
  • Berbaring juga dapat dilakukan untuk relaksasi tubuh dan bagian rahim dengan tidur terlentang , ganjal kaki dengan bantal sehingga posisinya lebih tinggi dari badan ,cara ini mengurangi ketegangan rahim sehingga dapat mengurangi nyeri haid

Post a Comment

0 Comments