KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Definisi dan Klasifikasi Remaja

Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (BKKBN, 2001). 

Masa remaja merupakan bagian dari proses tumbuh kembang, yaitu masa peralihan dari anak menuju dewasa. Pada tahap ini, anak mengalami percepatan pertumbuhan, perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis. Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial (Iskandarsyah, 2006). 

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa pubertas ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). 

Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan bermuara dari perubahan pada sistem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder.

Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul. 

Sedangkan pada remaja putra mengalami pollution (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut–rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya (Iskandarsyah, 2006). 

Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai definisi tentang remaja, sebagai beikut: 
  • Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah jika anak berusia 12 sampai 24 tahun. 
  • Usia remaja menurut UU perlindungan anak no. 23 tahun 2002 adalah 10–18 tahun. 
  • Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10–18 tahun (untuk anak perempuan) dan 12–20 tahun (untuk anak laki-laki). 
  • Menurut UU no. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. 
  • Menurut UU Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16–18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. 
  • Menurut UU Perkawinan no. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun (untuk anak perempuan) dan 19 tahun (untuk anak laki-laki). 
  • Menurut Diknas, anak dianggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus Sekolah Menengah. 

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan sebagai berikut (Iskandarsyah, 2006): 

Masa remaja awal/dini (early adolescence)

  • umur 10–13 tahun 
  • Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya, 
  • Tampak dan merasa ingin bebas,
  • Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir khayal (abstrak). 

Masa remaja pertengahan (middle adolescence): 

  • umur 14–16 tahun 
  • Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri, 
  • Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis, 
  • Timbul perasaan cinta yang mendalam, 
  • Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang, 
  • Berkhayal mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual. 

Masa remaja lanjut (late adolescence): 

  • umur 17–19 tahun 
  • Menampakkan pengungkapan kebebasan diri, 
  • Dalam mencari teman sebaya lebih selektif, 
  • Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya, 
  • Dapat mewujudkan perasaan cinta, 5) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak.

Perkembangan Remaja

Perkembangan fisik

Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa tantangan kehidupan individu, di mana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat (Yusuf, 2001).
 

Perkembangan kognitif 

Menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasional formal (operasi kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret (Yusuf, 2001). 

Teori perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Wong, 2009), remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi. Pada saat ini mereka lebih jauh ke depan. Tanpa memusatkan perhatian pada situasi saat ini, mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi, seperti kemungkinan kuliah dan bekerja; memikirkan bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah di masa depan, seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan mereka, misalnya dikeluarkan dari sekolah. Remaja secara mental mampu memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada waktu yang bersamaan. Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan antara kecepatan, jarak dan waktu dalam membuat rencana perjalanan wisata. Mereka dapat mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis dalam sekelompok pernyataan dan mengevaluasi sistem, atau serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang lebih dapat dianalisis

Perkembangan emosi 

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi pada masa remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, kecewa, marah, sedih, murung), sedangkan pada remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya (Yusuf, 2001). 

Perkembangan Psikososial 

Teori perkembangan psikososial menurut Erikson (dalam Wong, 2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan fisik yang relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus pengasingan diri. Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai lawan terhadap difusi peran. 

Identitas kelompok menjadi sangat penting untuk permulaan pembentukan identitas pribadi. Remaja pada tahap awal harus mampu memecahkan masalah tentang hubungan dengan  teman sebaya sebelum mereka mampu menjawab pertanyaan tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat: 

Identitas Kelompok 

Selama tahap remaja awal, tekanan untuk memiliki suatu kelompok semakin kuat. Remaja menganggap bahwa memiliki kelompok adalah hal yang penting karena mereka merasa menjadi bagian dari kelompok dan kelompok dapat memberi mereka status. 

Ketika remaja mulai mencocokkan cara dan minat berpenampilan, gaya mereka segera berubah. Bukti penyesuaian diri remaja terhadap kelompok teman sebaya dan ketidakcocokkan dengan kelompok orang dewasa memberi kerangka pilihan bagi remaja sehingga mereka dapat memerankan penonjolan diri mereka sendiri sementara menolak identitas dari generasi orang tuanya. Menjadi individu yang berbeda mengakibatkan remaja tidak diterima dan diasingkan dari kelompok. 

Identitas Individual 

Pada tahap pencarian ini, remaja mempertimbangkan hubungan yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri dengan orang lain di masa lalu, seperti halnya arah dan tujuan yang mereka harap mampu dilakukan di masa yang akan datang. Proses perkembangan identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktu dan penuh dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan. Penentuan identitas dan bagiannya di dunia merupakan hal yang penting dan sesuatu yang menakutkan bagi remaja. Namun demikian, jika setahap demi setahap digantikan dan diletakkan pada tempat yang sesuai, identitas yang positif pada akhirnya akan muncul dari kebingungan. Difusi peran terjadi jika individu tidak mampu memformulasikan kepuasan identitas dari berbagai aspirasi, peran dan identifikasi. 

Identitas Peran 

Seksual Masa remaja merupakan waktu untuk konsolidasi identitas peran seksual. Selama masa remaja awal, kelompok teman sebaya mulai mengomunikasikan beberapa pengharapan terhadap hubungan heterokseksual dan bersamaan dengan kemajuan perkembangan, remaja dihadapkan pada pengharapan terhadap perilaku peran seksual yang matang yang baik dari teman sebaya maupun orang dewasa. Pengharapan seperti ini berbeda pada setiap budaya, antara daerah geografis dan diantara kelompok sosioekonomis. 

Perkembangan moral 

Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perubahan-perubahan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya saja, tetapi juga psikologisnya (rasa bangga,puas dengan penilaian positif dari orang lain), (Yusuf, 2001). 

Teori perkembangan moral menurut Kohlberg (dalam Wong, 2009), masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-peraturan moral yang telah ditetapkan, sering  sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu peraturan secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi peraturan tersebut.

Perkembangan kepribadian 

Masa remaja merupakan saat berkembangnya jati diri. Perkembangan jati diri merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa (Yusuf, 2001). 

Perkembangan kesadaran beragama 

Kemampuan berpikir abstrak memungkinkannya untuk dapat memformulasikan keyakinan beragamanya. Dia dapat mengekspresikan kualitas Tuhan sebagai Yang Maha Adil, Yang Maha Kuasa, Maha Kasih Sayang (Yusuf, 2001).

Perkembangan Sosial

Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Namun, proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari remaja maupun orang tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang tua, tetapi mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung jawab yang terkait dengan kemandirian. 

Tumbuh Kembang Remaja

Struktur Anatomi Dan Fisiologi Organ Genitalia Laki-Laki 

Organ genitalia laki-laki terbagi menjadi organ genitalia luar, dalam dan kelenjar asesorius. Organ genitalia luar laki-laki adalah sebagai berikut (Sumiaty, 2011): 
  • Penis, untuk meletakkan sperma ke dalam organ genitalia wanita dan untuk mengeluarkan urin.
  • Skrotum, pembungkus buah zakar, berfungsi untuk thermoregulator. 

Organ genitalia laki-laki bagian dalam adalah testis yang jumlahnya sepasang, terletak di dalam skrotum. Fungsinya untuk menghasilkan hormon testosterone dan memproduksi sperma. Sedangkan kelenjar asesorius lakilaki adalah (Sumiaty, 2011): 

  • Epididimis. Fungsinya sebagai tempat pematangan sperma, bagian ekornya untuk menyimpan sperma, mengeluarkan zat yang membuat suspensi cairan sperma menjadi lebih encer dan sebagai transportasi sperma. 
  • Vesikula seminalis. Produksi zat kimia untuk suspensi cairan sperma. 
  • Prostat. Mengandung zat untuk memelihara spermatozoa di luar tubuh.
  • Kelenjar cowper. Berfungsi untuk melicinkan uretra dan vagina saat koitus. 
  • Kelenjar littre. Berfungsi untuk melicinkan uretra dan vagina saat koitus. 
Cairan sperma terdiri dari 2 komponen, yaitu sel sperma dan cairan semen. Pengaturan pembentukan sperma dan hormon pada laki-laki adalah sebagai berikut (Johnson and Everitt, 2000)

Struktur Anatomi Dan Fisiologi Organ Genitalia Wanita 

Organ genitalia wanita terdiri dari organ genitalia luar dan dalam. Organ genitalia luar terdiri dari (Mochtar, 1998): 


  • Mons veneris: daerah yang menggunung di atas tulang kemaluan dan akan ditumbuhi rambut kemaluan. 
  • Bibir besar kemaluan: terdapat di kanan dan kiri, berbentuk lonjong, lanjutan mons veneris. 
  • Bibir kecil kemaluan: bagian dalam dari bibir besar. 
  • Klitoris: identik dengan penis pada pria, sangat sensitif karena banyak mengandung jaringan saraf. 
  • Vulva: daerah yang dibatasi klitoris, bibir kecil kemaluan, dan perineum. 
  • Introitus vagina: pintu masuk ke dalam vagina.
  • Selaput dara: selaput yang menutupi introitus vagina, dapat berbentuk semilunar, tapisan atau fimbria. 
  • Lubah kemih: tempat keluarnya air kemih, terletak di bawah klitoris. 
  • Perineum: terletak di antara vulva dan anus. 
Organ genitalia wanita bagian dalam terdiri dari (Mochtar, 1998): 



  • Vagina. Saluran yang menghubungkan antara vulva dan rahim. Bentuk dinding berlipat-lipat (rugae), panjangnya 8-10 cm. Fungsinya untuk mengalirkan darah haid dan secret dari rahim, alat bersenggama, dan jalan lahir. 
  • Rahim. Terletak antara kandung kemih dan dubur. Bagian rahim terdiri dari fundus (bagian atas), korpus atau badan rahim dan leher rahim. Letak rahim dalam posisi normal adalah menghadap depan (anterofleksi). 
  • Saluran telur. Terdiri dari pars intersisialis yang menempel ke rahim, pars ismika (bagian yang sempit), pars ampularis (bagian yang lebar, tempat terjadi pembuahan), dan infundibulum atau fimbrae untuk menangkap sel telur. Fungsi saluran telur adalah untuk menangkap dan membawa telur yang dilepaskan indung telur, dan tempat terjadi pembuahan. 
  • Indung telur. Terdiri dari kiri dan kanan. Bagian-bagian indung telur adalah bagian kulit sebagai tempat folikel dan bagian inti sebagai tempat pembuluh darah dan serabut saraf. 

Mekanisme Menstruasi 

Wanita yang sehat dan tidak hamil akan rutin mengalami haid setiap bulannya. Hormon-hormon yang berperan pada siklus haid adalah sebagai berikut (Mochtar, 1998): 
  • FSH (follicle stimulating hormone), dihasilkan hipofisis anterior, berfungsi untuk perkembangan folikel. 
  • LH (luteinizing hormone), dihasilkan hipofisis anterior, berfungsi untuk pematangan sel telur hingga ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
  • Estrogen, dihasilkan ovarium, berfungsi untuk menebalkan dinding Rahim. 
  • Progesteron, adalah hormon yang dihasilkan ovarium. Proses menstruasi terkait dengan perkembangan folikel dan keseimbangan hormon. Perkembangan folikel berawal dari folikel primer, dengan pengaruh FSH akan menjadi folikel sekunder dan tersier. Jika sudah memiliki ruangan di dalam folikel, disebut folikel de Graaf yang sudah matang. Ruangan tersebut berisi hormon estrogen. Jika folikel de graaf sudah matang, telur yang ada di dalamnya akan keluar. Sisa folikel akan menjadi korpus luteum yang akan memproduksi progesterone (Mochtar, 1998).

Perubahan hormon di otak dan ovarium sangat berperan dalam terjadinya siklus haid. Sehingga faktor-faktor yang mengganggu keseimbangan hormon tersebut akan mengganggu siklus haid yang dialami wanita tersebut (Mochtar, 1998).

Hormon yang Berperan pada Tumbuh Kembang Remaja 

Pertumbuhan merupakan interaksi antara sistem endokrin dan sistem tulang. Sistem endokrin atau hormon yang berperan dalam pertumbuhan antara lain (Soetjiningsih, 2010): 
  • Growth hormone (GH) atau somatotropin, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dengan mengendalikan pertumbuhan tulang, otot dan organ. Hormon ini memberikan stimulasi lebih lanjut terhadap sel untuk berkembang biak. 
  • Tiroksin, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dengan mengontrol metabolisme dalam tubuh. 
  • Insulin, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dengan menyebabkan sel otot dan adiposit menyerap glukosa dari sirkulasi darah melalui transporter glukosa. 
  • Kortikosteroid, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan melalui perubahan lintasan metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, serta modulasi keseimbangan antara air dan cairan elektrolit tubuh; serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, saraf, kekebalan, dan fetal termasuk mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru pada masa janin.
  • Leptin, mempengaruhi komposisi tubuh dengan mengatur berat tubuh, fungsi metabolisme dan reproduksi. 
  • Paratiroid, mempengaruhi mineralisasi tulang melalui peningkatan resorpsi kalsium dari tulang, peningkatan reabsorbsi kalsium di ginjal, peningkatan absorbsi kalsium di saluran cerna oleh vitamin D. 
  • 1,25-dihydroxy-vitamin D, mempengaruhi mineralisasi tulang, prodiferensiasi terhadap berbagai jenis sel tubuh. 
  • Kalsitonin, mempengaruhi mineralisasi tulang dengan menghambat resorpsi tulang. Pada masa pubertas, hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan berperan pada pacu tumbuh pubertas. Pada akhir pacu tumbuh terjadi penutupan epifisis. Sedangkan tingkat kematangan seksual (TKS) hormon seks steroid. Semua regulasi hormon tersebut dipengaruhi oleh hipotalamus (Soetjiningsih, 2010). 

Pertumbuhan Somatik Pada Remaja 

Beberapa definisi remaja yang dapat dijadikan acuan yaitu sebagai berikut (Soetjiningsih, 2010): 
  • Pediatric. Bila seorang anak sudah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki. 
  • UU no. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Bila belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
  • UU perburuhan. Jika telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. 
  • UU perkawinan No. 1 tahun 1974. Bila telah matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. 
  • Pendidikan Nasional. Bila berusia 18 tahun ssuai saat lulus sekolah menengah. 
  • World Health Organization (WHO). Telah mencapai 16-18 tahun. 
Tahapan usia remaja adalah sebagai berikut: 
  • Remaja awal/dini (early adolescence): 11-13 tahun 
  • Remaja pertengahan (middle adolescence): 14-16 tahun 
  • Remaja lanjut (late adolescence): 17-20 tahun 
Ciri-ciri pertumbuhan somatik pada remaja adalah sebagai berikut (Soetjiningsih, 2010): 
  • Proses biologis pubertas dimana sistem hormon di hipotalamus, pituitary, gonad dan adrenal akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas, yang mengakibatkan pertumbuhan tinggi badan, berat badan, komposisi tubuh dan jaringan, tanda seks primer dan sekunder. 
  • Perubahan somatik remaja sangat bervariasi saat mulai, berakhir, kecepatan dan sifatnya. 
  • Setiap remaja mengikuti urutan yang sama dalam pertumbuhannya. 
  • Munculnya ciri-ciri seks sekunder sebagai manifestasi aktivitas gonad yang terlihat melalui tingkat kematangan seksual (TKS) berdasarkan tanner. 
  • Usia mulai menginjak remaja dipengaruhi oleh status gizi dan lingkungan. 
Perubahan komposisi tubuh remaja pada masa pubertas adalah sebagai berikut (Soetjiningsih, 2010):
  •  Pada remaja perempuan, berat tanpa lemak menurun dari 80% menjadi 75%. Sedangkan pada laki-laki meningkat dari 80% menjadi 85-90%. 
  • Jaringan lemak meningkat pada remaja perempuan dan berkurang pada remaja laki-laki. 
  • Terjadi peningkatan lebar pelvis pada perempuan. 
  • Otot skeletal berperan membentuk penampilan fisik luar terutama pada laki-laki karena hormon androgen berperan sebagai stimulator hipertrofi otot skelet. 
  • Pada organ dalam, percepatan pertumbuhan jantung dan paru laki-laki dan perempuan sama. Jantung dan paru menjadi besar secara absolute dan terkait ukuran tubuh. Pertumbuhan laring dipengaruhi hormon androgen. Laring remaja laki-laki membentuk sudut 90∘ dalam bagian anterior kartilago tiroid (Adam’s apple), sedangkan pada perempuan 120∘. Pita suara perempuan 3 kali lebih panjang daripada laki-laki. Pertumbuhan organ dalam sesuai bentuk tubuh seseorang. Orang yang pendek akan mempunyai organ yang pendek. Pertumbuhan organ akan berhenti jika sudah sesuai dengan tubuh yang dilayani. 
  • Jumlah sel darah merah laki-laki lebih banyak daripada perempuan. 
  • Terjadi perubahan biokimia selama masa pubertas yang mencerminkan pertumbuhan tulang. 
Sebelum pacu tumbuh, remaja perempuan tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun. Setelah pacu tumbuh, kecepatannya menjadi 8 cm/tahun lalu kemudian kecepatan pertumbuhan mengalami deselerasi. Pertumbuhan tulang pada remaja perempuan yang paling menonjol adalah lebar panggul. Hal ini disebabkan pertumbuhan remaja perempuan lebih kecil dari laki-laki pada berbagai dimensi tubuh sehingga lebar panggul terlihat lebih menonjol. 

Sebelum pacu tumbuh, kecepatan pertumbuhan linier laki-laki adalah 5 cm/tahun. Saat pertumbuhan remaja perempuan seusianya mengalami deselerasi, remaja laki-laki mengalami akselerasi mencapai 9 cm/tahun. Pertumbuhan yang khas untuk laki-laki adalah bau yang lebar, pinggul lebih sempit, dan kaki lebih panjang. hal itu disebabkan oleh hormon androgen. Prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi badan orangtua dikutip dari Neinstein LS (2002) adalah sebagai berikut :

Pada masa prasekolah, kenaikan BB rata-rata 2 kg/tahun, kemudian dimulai pacu tumbuh dengan kenaikan berat badan menjadi 3-3,5 kg/tahun. Pacu tumbuh anak perempuan dimulai lebih cepat yaitu sekitar usia 8 tahun, sedangkan laki-laki usia 10 tahun. Tapi pertumbuhan anak perempuan lebih cepat berhenti pada umur 18 tahun, sedangkan anak laki-laki pada usia 20 tahun. 

Remaja laki-laki sebenarnya mengalami kehilangan lemak terutama pada anggota gerak yaitu pada tingkat kematangan seksual 3-4. Lemak tubuh remaja laki-laki di masa remaja akhir sekitar 20% dari BB. Sedangkan perempuan 25% dari BB.

Pertumbuhan Organ Reproduksi 

Pada Masa Remaja Tanner membuat klasifikasi tingkat kematangan seksual (TKS) remaja dalam 5 stadium (Soetjiningsih, 2010): 

Tingkat Kematangan Seksual pada Perempuan

Stadium TKS

Rambut Pubis

Payudara

1

pra pubertas

pra pubertas

2

jarang, pigmen sedikit, lurus, sekitar 
labia
payudara dan papilla menonjol. Diameter areola bertambah

3

lebih hitam, mulai ikal, jumlah, 
bertambah keriting, kasar, lebat
payudara dan areola membesar, batas tidak jelas

4

lebih sedikit dari dewasa areola dan papilla membentuk bukit kedua

5

bentuk segitiga, menyebar ke bagian medial paha
bentuk dewasa, papilla menonjol, areola merupakan
bagian dari bentuk payudara

Tingkat Kematangan Seksual pada Laki-Laki

Stadium TKS

Rambut Pubis

Penis

Testis

1

belum ada

pra pubertas

pra pubertas skrotum

2

jarang, panjang, sedikit berpigmen

Membesar sedikit

Membesar berwarna merah muda

3

lebih gelap, mulai keriting, jumlah sedikit menyebar ke mons pubis

lebih panjang

lebih besar

4

tipe dan distribusi seperti dewasa, kasar keriting, jumlah lebih sedikit

lebih besar, gland penis membesar

lebih besar, skrotum hitam

5

tipe dewasa, menyebar ke bagian medial paha

Bentuk dewasa

bentuk dewasa


Hubungan antara pertumbuhan dengan TKS pada anak peremepuan

Stadium TKS

Payudara

Rambut Pubis

Kecepatan Tumbuh

Umur Tulang (Tahun)

1

Pubertas

Pra-pubertas

Pra-pubertas(5 cm/tahun)

< 11

2

Teraba penonjolan,areola melebar

jarang,pigmen sedikit, lurus sekitar labia

awal pacu pertumbuhan

11-11,5

3

Payudara dan areola membesar, batas tidak jelas

Lebih hitam, mulai ikal,  pacu tumbuh jumlah bertambah

Pacu tumbuh

12

4

areola dan papilla membentuk bukit kedua

keriting, kasar, seperti dewasa, belum ke paha atas

Pertumbuhan melambat

13

5

Bentuk dewasa, areola tidak menonjol

Bentuk seperti dewasa, ke paha atas

Pertumbuhan minimal

14-15


Hubungan antara pertumbuhan dengan TKS pada anak laki-laki


Permasalahan Remaja

Kehamilan Tidak Diinginkan dan Aborsi

Batasan Kehamilan Tidak Diinginkan 

Kehamilan tidak diinginkan adalah suatu kondisi dimana pasangan tidak menginginkan kehamilan akibat dari perilaku seksual yang disengaja maupun tidak disengaja. Definisi lain menyebutkan kehamilan yang terjadi saat salah satu atau kedua belah pihak dari pasangan tidak menginginkan anak sama sekali atau kehamilan yang sebenarnya diinginkan tapi tidak pada saat itu, dimana kehamilan terjadi lebih cepat dari yang telah direncanakan (Sanata dan Sadewo, 2013). 

Frekuensi Dan Distribusi 

Kejadian kehamilan yang tidak direncanakan berkisar antara 1,6% dan 5,8%, banyak dialami oleh ibu berpendidikan sampai SMP (65,5%), ibu yang tidak bekeja (52,3%), dari status ekonomi kuantil ke 1 dan 2 (60%), berusia di atas 35 tahun. Berdasarkan status demografi, kehamilan tidak terencana terjadi pada usia perkawinan dengan usia muda (16 s/d 20 tahun) (51,7%), lama perkawinan yang kurang dari 10 tahun (42,5%), anak antara 1 s/d 2 (41,9%) (Sanata dan Sadewo, 2013). 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehamilan Tidak Diinginkan

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kehamilan tidak diinginkan adalah (WHO, 2000): 
  • tindakan perkosaan ataupun kekerasan seksual, 
  • kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi,
  • bayi yang dikandung ternyata menderita cacat majemuk yang berat, 
  • kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan untuk menjalani kehamilan, tuntutan karir yang tidak mengijinkan wanita tersebut hamil, 
  • incest (akibat hubungan antar keluarga), 
  • hubungan seksual pra nikah, sehingga dirasa masih belum saatnya untuk terjadi, yang didukung pula oleh karena rendahnya pengetahuan akan kesehatan reproduksi dan seksual, 
  • jika hamil di usia remaja, remaja belum memiliki kesiapan untuk menjalani kehamilan, baik secara psikis, sosial, fisik, ataupun secara ekonomi, 
  • terkait kehamilan yang memiliki makna yang salah, seperti berhubungan seksual sekali tidak akan menyebabkan kehamilan, minum alkohol dan lompat-lompat pasca berhubungan seksual dapat menyebabkan sperma tumpah kembali sehingga tidak akan menyebabkan kehamilan, dan masih banyak lagi mitos lainnya. Namun sayangnya sampai sekarang masih banyak yang beranggapan bahwa hal tersebut tidak salah. 

Dampak Kehamilan Tidak Diinginkan

Jika yang mengalami KTD adalah remaja, maka dampaknya terkait dengan kesiapan remaja dalam menjalani kehamilan. Banyak di antara remaja yang mengalami KTD tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosialnya, dikucilkan, atau bahkan terpaksa berhenti sekolah. Hal tersebut akan mengakibatkan remaja secara psikis akan akan mengalami tekanan, baik itu perasaan bersalah, menyesal, ataupun malu (Setianingrum, V.E., 2013). 

Kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang terjadi pada remaja kerapkali berujung pada pengguguran kandungan yang tidak aman dan berisiko karena kalau kehamilannya dilanjutkan akan membuatnya malu dan secara finansial tidak dapat menghidupi anaknya. Usia muda yang menjalani kehamilan tentu lebih berisiko terhadap terjadinya masalah pada organ reproduksi (Setianingrum, V.E., 2013). 

Pencegahan Kejadian dan Dampak Kehamilan Tidak Diinginkan

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan adalah (Setianingrum, V.E., 2013): 
  • Pemberdayaan remaja perempuan, 
  • Memperbaiki ketidaksetaraan gender, 
  • Menghormati hak asasi manusia untuk semua, dan 
  • Mengurangi kemiskinan. 
Kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pencegahan di atas adalah (Setianingrum, V.E., 2013): 
  • intervensi preventif pada remaja usia 10-14 tahun,
  • hentikan pernikahan dini dibawah usia 18 tahun, 
  • pencegahan terhadap kekerasan dan pemaksaan seksual, 
  • menjaga kesehatan perempuan dalam kondisi sehat optimal, 
  • melindungi hak atas pendidikan, kesehatan, keamanan dan kebebasan dari kemiskinan, 
  • mengupayakan pendidikan remaja perempuan, melibatkan pria menjadi bagian dari solusi,
  • pendidikan seksual dan akses pelayanan kesehatan yang ramah remaja, serta adanya konselor sebaya bagi remaja yang membutuhkan,
  • pembangunan yang merata. 

Aborsi

Definisi Aborsi 

Aborsi adalah hilangnya atau gugurnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram yang berakibat kematian janin (Wiknjosastro, 2002). 

Definisi aborsi berdasarkan KUHP adalah: 
  • Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu). 
  • Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). 
Aborsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Spontaneous abortion: gugurnya kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
  • Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah: 
    • Therapeutic abortion. Pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu. 
    • Eugenic abortion. Pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat. 
    • Elective abortion. Pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain. 

Frekuensi dan Distribusi Abortus 

Kompas menyebutkan aborsi mencapai 2,5 juta kasus per tahun. Penelitian lain memperkirakan sekitar 2 juta kasus aborsi. Angka kejadian keguguran secara nasional adalah 4%, bervariasi mulai 2,4% di Bengkulu sampai 6,9% di Papua Barat. Dari karakteristik sosial responden, kejadian tersebut 42,9% terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, 44,5% berpendidikan sampai dengan SD, 49,1% tidak bekeja dan 55,9% tinggal di wilayah perkotaan. 

Dari semua kejadian keguguran, ada 6.54% diantaranya diaborsi. Aborsi banyak dilakukan oleh ibu berusia diatas 35 tahun, berpendidikan tamat SMA, tidak bekerja dan tinggal di perkotaan. Cara yang dominan digunakan untuk menghentikan kehamilan adalah kuret. Jamu, pil dan suntik merupakan alternatif cara mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan. Menggunakan bantuan tenaga medik, dokter (55%) dan bidan (20.63%) (Sanata dan Sadewo, 2013). 

Dampak Abortus

Dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya abortus adalah sebagai berikut (Wiknjosastro, 2002):
  • Perforasi dinding uterus hingga rongga peritoneum atau kandung kencing. Hal ini terjadi jika letak dan ukuran uterus tidak diperiksa terlebih dahulu, atau terdapat tekanan yang berlebihan saat tindakan berlangsung. 
  • Luka pada serviks uteri, terjadi karena dilatasi uterus dipaksakan hingga timbul sobekan pada servik. Akibat yang mungkin muncul dari komplikasi ini adalah perdarahan atau servik inkompeten di masa yang akan datang. 
  • Pelekatan pada kavum uteri karena kerokan dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman dan terkerok hingga jaringan otot rahim. 
  • Perdarahan, terjadi pada tindakan kuretase pada kehamilan yang agak tua atau kehamilan dengan mola hidatidosa.
  • Infeksi, terjadi jika tindakan yang dilakukan tidak menggunakan syarat asepsis dan antisepsis. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
  • Komplikasi yang dapat timbul pada Janin. Sebagian besar janin akan meninggal terutama pada abortus provokatus kriminalis. Jika janin dapat hidup maka kemungkinan akan mengalami cacat fisik.
  • Dampak psikologis atau gangguan emosional: kecewa, mudah menangis, rasa bersalah (Harsanti, 2010). 

Post a Comment

0 Comments