UPAYA PENURUNAN KEMATIAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR DI INDONESIA

Kondisi Umum Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia

Keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan ditentukan berdasarkan indikator AKI dan AKB. Hal ini juga menggambarkan kualitas ibu dan anak di Indonesia. Tingginya AKI, AKBA dan AKB termasuk tantangan paling berat untuk mencapai MDG’s pada tahun 2015. MDG’s merupakan komitmen nasional dan global dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan yang tercakup dalam 8 goals dan ditargetkan tercapai di tahun 2015. 
Untuk kesehatan ibu diharapkan terjadi penurunan kematian ibu ¾ dibanding kondisi tahun 1990 demikian pula untuk kematian anak terjadi penurunan 2/3. Untuk Indonesia diharapkan kematian ibu turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan kematian bayi dan balita 23 per 1000 kelahiran hidup dan 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. 

Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan anak tidak terkecuali peningkatan akses dan kualitas pelayanan melalui peningkatan kapasitas tenaga kesehatan termasuk bidan, jaminan kesehatan dan meningkatkan outreach pelayanan utamanya bagi daerah yang sulit akses. Permenkes nomor 97 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa hamil, persalinan dan sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi serta pelayanan kesehatan seksual adalah bukti kesungguhan pemerintah dalam peningkatan pelayanan kepada ibu dan anak. 

Penurunan kematian dan peningkatan kualitas ibu dan anak utamanya neonatus mencapai hasil yang diharapkan seiring dengan peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Peningkatan capaian pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tidak berkorelasi signifikan dengan penurunan kematian ibu dan neonatal. 

Dari hasil SDKI 2007 dan SDKI 2012 capaian cakupan antenatal, persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan pelayanan neonatus adalah dari 66 %, 46 % dan 43,9 % menjadi 95,7%, 83,1% dan 48 %. Selain itu, data menunjukan bahwa kematian ibu dari 228 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup dan bayi 34 per 1000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. 

Dengan melihat data ini maka dapat dipastikan walaupun bukan satu-satunya namun kualitas pelayanan baik antenatal maupun pertolongan persalinan dan pelayanan nifas serta kunjungan neonatal menjadi hal krusial yang harus diperbaiki. Tidak terkecuali perbaikan dalam implementasi kurikulum pendidikan agar dihasilkan anak didik kebidanan yang kompeten dan patuh terhadap standar pelayanan. 

Tidak hanya terkait dengan kematian namun juga kondisi ibu dan anak dikaitkan dengan kualitas hidupnya. Diharapkan semua ibu sehat baik fisik dan mental diawali sejak masa remaja sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal, demikian pula anak lahir sehat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Beberapa kesepakatan sebelum Millennium Development Goals

Walaupun kematian ibu telah lama menjadi masalah di negara-negara berkembang, baru pada 1987 untuk pertama kali diadakan Konferensi Internasional tentang Kematian Ibu di Nairobi, Kenya. Tahun 1988 Indonesia mengadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu sebagai tindak lanjut Konferensi Nairobi tersebut. Lokakarya mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu sehingga penanganannya perlu dilaksanakan oleh berbagai sektor dan pihak terkait. Pada waktu itu ditandatangani kesepakatan oleh sejumlah 17 sektor dan sebagai koordinator ditetapkan Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. 

Pada 1990 diadakan World Summit for Children di New York, Amerika Serikat, yang membuahkan 7 tujuan utama, di antaranya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi separuh pada 2000. Konferensi tersebut dihadiri oleh wakil dari 127 negara, termasuk Indonesia. Tahun 1990-1991 Departemen Kesehatan dibantu oleh WHO, UNICEF, dan UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood, yang menghasilkan Rekomendasi Rencana Kegiatan 5 Tahun. 

Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan AKI. Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada 1986 menjadi 225 pada 2000. Tahun 1994 diadakan International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo, Mesir, yang menyatakan bahwa kebutuhan kesehatan reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi pembangunan sosial dan pengembangan SDM. Pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang harus terjangkau seluruh masyarakat. Di dalamnya termasuk pelayanan kesehatan ibu yang berupaya agar setiap ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat. 

Tahun 1995 di Beijing, Cina, diadakan Fourth World Conference on Women, kemudian pada 1997 di Colombo, Sri Lanka, diselenggarakan Safe Motherhood Technical Consultation. Kedua konferensi internasional ini menekankan perlu dipercepatnya penurunan AKI pada tahun 2000. Pada pertemuan Colombo ditinjau kemajuan selama 10 tahun terakhir sesudah Nairobi. Disimpulkan bahwa meskipun investasi terbatas, dengan intervensi kebijakan dan program efektif, AKI masih dapat turun. Awal 1996 Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan Reproduksi yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan reproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD Kairo. Tahun itu juga diluncurkan Gerakan Sayang Ibu, suatu upaya advokasi dan mobilisasi sosial untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI. 

Pada 1999 WHO meluncurkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) didukung oleh badanbadan internasional seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk: 
  • menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional; 
  • menyusun acuan nasional dan standar pelayanan maternal, antenatal, dan neonatal; 
  • mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun; N memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, KB, dan aborsi legal; 
  • meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan neonatal dan pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungan; 
  • memperbaiki sistem monitoring pelayanan maternal, antenatal, dan neonatal. 

Pada tahun 2000 Indonesia mencanangkan Making Pregnancy Safer, dan setahun kemudian berhasil menurunkan Rencana Strategis Nasional MPS di Indonesia 2001-2010. 

Tiga pesan kunci MPS adalah 
  1. setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terampil; 
  2. setiap komplikasi obstetrik dan neonatal ditangani secara adekuat; dan 
  3. setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan komplikasi keguguran tidak aman. 

Rencana strategis telah menjabarkan lebih lanjut tentang visi, misi, tujuan, target, strategi, dan program-program pokok. Dalam hal penurunan AKI ditargetkan mencapai 125/100.000 pada tahun 2010. Berbagai konferensi internasional yang telah menghasilkan rencana dan rekomendasi sebagaimana sebagian diuraikan di atas rupa-rupanya memerlukan suatu kerangka bersama yang lebih sederhana. 

Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan, pada pergantian abad ke-21 dalam Millennium Summit, September 2000, di New York, Amerika Serikat, mengusulkan suatu kerangka prioritas pembangunan bersama yang disebut sebagai Millennium Declaration. Deklarasi ini melengkapi dokumen ICPD atau merupakan turunan dari ICPD. Secara kuantitatif ICPD menurunkan Millennium Development Goals (MDGs) sampai tahun 2015. 

Bulan September 2005 yang akan datang akan diadakan penilaian (Millennium +5) sampai seberapa jauh target telah dicapai oleh negara-negara anggota PBB. Millennium Development Goals (MDGs) MDGs yang dicanangkan oleh PBB tahun 2000 tersebut telah disepakati oleh 191 negara anggota PBB yang meliputi 8 goal dan 18 target yang harus dicapai pada 2015. Goal dan target tersebut secara singkat diuraikan sebagai berikut.

Goal 1: Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem 

  • Mengurangi hingga setengah jumlah orang yang hidup dengan biaya kurang dari satu dolar AS per hari. 
  • Mengurangi hingga setengah proporsi penduduk dunia yang menderita kelaparan. 

Goal 2: Memperoleh pendidikan dasar secara universal

  • Memastikan bahwa semua anak lelaki dan perempuan menyelesaikan pendidikan dasar. 

Goal 3: Meningkatkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan 

  • Menghilangkan kesenjangan gender di tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, kalau dapat pada 2005, dan paling lambat pada 2015. 

Goal 4: Mengurangi tingkat kematian anak 

  • Mengurangi hingga dua pertiga tingkat kematian anak di bawah usia lima tahun. 

Goal 5: Memperbaiki kesehatan ibu

  • Mengurangi hingga tiga perempat tingkat kematian ibu. 

Goal 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya

  • Menghentikan dan mencegah penyebaran HIV/AIDS. 
  • Menghentikan dan mencegah wabah malaria dan penyakit utama lainnya. 

Goal 7: Menjamin kelestarian lingkungan hidup 

  • Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan lewat kebijakan dan penyusunan program, serta mencegah kerusakan sumber daya alam.
  • Mengurangi hingga setengah proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih untuk diminum. 
  • Mencapai secara signifikan perbaikan hidup dari setidaknya 100 juta penduduk dunia yang hidup di daerah-daerah kumuh. 

Goal 8: Membangun kerja sama global untuk pembangunan 

  • Menciptakan sistem perdagangan dan keuangan lewat sebuah peraturan internasional, menciptakan aturan yang tidak diskriminatif dan bisa diterapkan di semua negara, termasuk adanya komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik, program pembangunan, dan program pengurangan kemiskinan (di tingkat nasional maupun internasional).
  • Memenuhi kebutuhan khusus yang paling diperlukan oleh negara-negara terbelakang (termasuk pembebasan tarif atau kuota atas ekspor negara terbelakang; meningkatkan porsi utang yang dihapuskan, penghapusan utang pemerintah secara bilateral; dan memberikan bantuan pembangunan dalam rangka pengurangan kemiskinan). 
  • Mengatasi kebutuhan khusus daerah terpencil di negara-negara berkembang. 
  • Mengupayakan secara komprehensif utang-utang negara berkembang lewat perangkat nasional dan internasional agar utang tidak lagi menjadi beban. 
  • Bekerja sama dengan negara-negara berkembang, menyusun, dan mengimplementasikan strategi lapangan kerja produktif untuk pemuda. 
  • Meningkatkan kerja sama dengan perusahaan farmasi agar tersedia akses bagi warga termiskin di negara berkembang untuk mendapatkan obat-obatan. 
  • Bekerja sama dengan sektor swasta dalam rangka penyebaran teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, bagi semua negara yang paling membutuhkan. 

Post a Comment

0 Comments