DETERMINAN KEMATIAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR



Determinan Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir

Mc.Carti dan Maine (1992) dalam kerangka konsepnya mengemukakan peran determinan kematian ibu sebagai keadaan atau hal yang melatarbelakangi dan menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Determinan kematian ibu itu dikelompokkan dalam : Determinan Proksi atau dekat (proximate determinant), determinan antara (intermediate determinants) dan determinan kontekstual (contekstual determinants)

1. Determinan proksi/dekat, yang meliputi:

Kejadian kehamilan

Perempuan yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, sedangkan perempuan yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut. Dengan demikian program keluarga berencana dapat secara tidak langsung mengurangi risiko kematian ibu. Efek KB terhadap penurunan AKI berkaitan dengan TFR. Bila TFR tinggi maka penurunan kematian ibu akan sangat dipengaruhi oleh keikitsertaan KB. Sebaliknya bila TFR cukup rendah, maka pelayanan KB tidak lagi berpengaruh terhadap penurunan AKI. Namun demikian beberapa penelitian telah membuktikan bahwa angka total kesuburan (Total Fertility Rate/TFR) ternyata tidak selalu memberikan dampak yang berarti pada penurunan AKI karena kematian ibu berkaitan pula dengan faktor-faktor lain seperti kualitas pelayanan kesehatan.

Komplikasi kehamilan dan persalinan

Komplikasi obstetri ini merupakan penyebab langsung kematian ibu, yaitu perdarahan, infeksi, eklampsi, partus lama, abortus dan rupture uteri. Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi komplikasi obstetri tersebut merupakan intervensi jangka pendek; yang hasilnya akan dapat segera terlihat dalam bentuk penurunan AKI. Namun, intervensi hanya pada penyebab langsung saja tidak akan menyelesaikan masalah kematian ibu secara tuntas dan berkesinambungan. Dalam jangka panjang, upaya penurunan AKI harus memperhatikan dan dilengkapi dengan intervensi antara determinan antara dan kontekstual.

2. Determinan antara, yang meliputi:

Status Kesehatan

Faktor-faktor status kesehatan ibu antara lain status gizi, penyakit infeksi atau parasit, penyakit menahun seperti TBC, penyakit jantung, ginjal dan riwayat komplikasi obstetri. Siklus reproduksi kehamilan dan menyusui yang berulang-ulang pada seorang ibu dapat menyebabkan suatu masalah kekurangan gizi pada ibu yang disebut “ Maternal Depletion Syndrome”. Kurang gizi yang dialami bisa berupa kekurangan zat gizi makro seperti kurang energi protein (KEP) ataupun zat gizi mikro seperti anemia, beri-beri, gondok dll.

Status Reproduksi

Faktor-faktor status reproduksi antara lain usia ibu hamil ( usia dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisikountuk hamil dan melahirkan), jumlah kelahiran (semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami oleh seorang ibu semakin tinggi risikonya untuk mengalami komplikasi), jarak antara kehamilan, status perkawinan (perempuan dengan status tidak menikah cenderung kurang memperhatikan kesehatan diri dan janinnya selama kehamilan dengan tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, yang akan menyebabkan tidak terdeteksinya kelainan yang dapat mengakibatkan komplikasi).

Akses terhadap pelayanan kesehatan

Dalam membahas mengenai akse pelayanan, ada dua aspek utama, yaitu ketersediaan dan keterjangkauan. Ketersediaan adalah tersedianya fasilitas pelayanan kesehatandengan jumlah dan kualitas yang memadai. Keterjangkauan pelayanan kesehatan mencakup jarak, waktu dan biaya. Tempat pelayanan yang lokasinya tidak strategis/sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Walaupun ketersediaan pelayanan kesehatan sudah memadai, namun penggunaannya tergantung dari aksesibilitas masyarakat terhadap informasi.

Perilaku sehat

Hal ini antara lain meliputi penggunaan alat-alat kontrasepsi ( ibu ber KB akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak berKB), pemeriksaan kehamilan (ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya), penolong persalinan (ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dibandingkan dengan ibu yang melahirkan oleh tenaga kesehatan), perilaku menggugurkan kandungan (ibu yang berusaha menggugurkan kandungannya berisiko lebih besar untuk mengalami komplikasi).

Faktor-faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga

Disamping hal-hal diatas, terdapat keadaan yang mungkin terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi selam hamil atau melahirkan. Beberapa keadaan tersebut terjadi pada saat melhirkan, misalnya kontraksi uterus yang tidak adekuat, ketuban pecah dini, dan persalinan kasep.

3. Determinan Kontekstual/jauh (determinan sosial, ekonomi dan budaya)

Status perempuan dalam keluarga dan masyarakat

Faktor-faktor yang menentukan status perempuan antara lain tingkat pendidikan (Perempuan yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatn diri dan keluarganya), pekerjaan (ibu yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi kesehatan), keberdayaan perempuan (woman empowerment) yang memungkinkan perempuan lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatan atau kehamilannya. Semua variabel tersebut dapat menjadi faktor yang berpengaruh dalam mencegah kematian ibu.

Pemberdayaan perempuan merupakan salah satu kata kunci dari keberhasilan upaya safe motherhood. Salah satu indikator dari pemberdayaan perempuan adalah tingkat pendidikan yang antara lain digambarkan dengan tingkat melek huruf (literacy rate). Angka melek huruf di beberapa negara adalah 40% di Afrika,57% di Asia, 83% di Amerika latin dan Karibia, dan 95% di Negara maju. Semakin rendah tingkat melek huruf suatu negara, yang dapat dipakai sebagi indikator ketidak berdayaan perempuan, biasanya semakin tinggi AKI.

Status keluarga dalam masyarakat

Jika variabel tersebut diatas lebih menekankan pada diri perempuan sebagai individu, maka variabel berikut ini merupakan variabel keluarga perempuan tersebut. Variabel tersebut antara lain penghasilan keluarga, kekayaan keluarga, tingkat pendidikan dan status pekerjaan anggota keluarga, juga dapat berpengaruh terhadap risiko mengalami kematian ibu.

Status Masyarakat

Variabel ini meliputi antara lain tingkat kesejahteraan, ketersediaan sumber daya (misalnya jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia), serta ketersediaan dan kemudahan transportasi. Status masyarakat umumnya terkait pula pada tingkat kemakmuran suatu negara serta besarnya perhatian perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan. Hal ini dapat dipantau melalui persentasi dari anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk sektor kesehatan.

Kemiskinan juga merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penurunan AKI. Walaupun demikian terdapat beberapa negara sedang berkembang/berpenghasilan renadah yang sudah mampu menurunkan AKI dinegaranya seperti Sri Lanka dan Thailand, masing-masing berhasil menurunkan AKI menjadi 30 per 100.000 kelahiran hidup dan 50 per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian negara berpenghasilan rendah lainnya masih sangat sulituntuk menurunkan AKI sampai pada tingkat yang sama dengan Sri Lanka dan Thailand.

Intervensi pokok menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir.

Sejak dilaksanaknnya konferensi internasional Safe Motherhood di Nairobi taun 1987, hampir setiap negara berkembang berusaha sekuat tenaga untuk menurunkan angka kematian ibu. Di negara yang mempunyai AKI tinggi, biasanya ditemukan banyak masalah, seperti kemiskinan, tingkat pendidikan dan status pendidikan yang rendah, sanitassi dan status gizi yang buruk, transportasi dan pelayanan kesehatan terbatas. Bila semua masalah tersebut dapat diatasi, maka Aki dapat dipastikan akan turun. Semuanya itu biasanya tidak dapat diatasi dalam waktu singkat. 

Namun demikian penurunan AKI masih mungkin dilakukan sebelum masala-masalah tersebut teratasi.Maine dkk mengidentifikasi “rantai penyebab” kematian ibu dan menghubungkannya dengan strategi intervensi yang dikelompokkan dalam tiga kategori sbb:

a. Mencegah/memperkecil kemungkinan perempuan untuk menjadi hamil

Selama seorang perempuan tidak berada dalam kehamilan, ia tidak mempunyai risiko kematian ibu. Dengan demikian, menurunkan angka kesuburan perempuan merupakan cara yang efektif untuk mencegah kemungkinan menjadi hamil sehingga menghilangkan risiko kematian akibat kehamilan/persalinan.

Keikutsertaan ber-KB berhubungan dengan “risiko kematian seumur hidup” (life time risk) seorang permpuan, yang merupakan fungsi dari dua aspek, yaitu: 1) kemungkinan selamat dalam menjalani setiap kehamilan, dan 2) jumlah lehamilan rata-rata yang dialami perempuan. Keikutsertaan ber Kbmencegah kematian ibu melalui aspek kedua tersebut.

Risiko perempuan untuk mengalami kehamilanpada suatu negara dapat diukur melalui angka fertilitas total ( Total fertility rate/TFR). TFR mencapai 5,8 di Afrika; 2,9 di Asia; 3,1 di Amerika Latin dan Karibia; dan hanya 1,6 di negara-negara maju. Terdapat hubungan tidak langsung antara TFR dan AKI, karena bila seorang ibu tidak mengalami kehamilan, maka ia bebas dari risiko untuk mengalami kesakitan dan kematian akibat kehamilan/persalinan. Melalui penggunaan alat kontrasepsi, kematian ibu sebanyak 22% di Jordania, 22% di Filipina, 39% di Kolombia, 44% di Jamaika, 28% di mesir, 15% di Kenya, dan 6% di Nigeria dapat dicegah.


b. Mencegah/Memperkecil kemungkinan perempuan hamil mengalami komplikasi dalam kehamilan/persalinan.

Analisi menunjukkan bahwa kebanyakan kejadian komplikasi obstetri tidak dapat di cegah atau diperkirakan sebelumnya, kecuali misalnya induksi abortus yang tidak aman. Disamping itu, telah lama diketahui bahwa kelopok perempuan tertentu mempunyai risiko yang lebih besar terhadap kematian dari pada kelompok perempuan lainnya. Misalnya, kejadian kematian terendah pada kelompok perempuan yang melahirkan pada usia 20-an. Asil penelitian di Matlab, Bangladesh, mengungkapkan keadaan yang sebenarnya secara keseluruhan. Tampak bahwa risiko kematian ibu terbesar pada kelompok umur di bawah 20 tahun dan di atas 30 tahun.

Namun bila dilihat jumlah kematian ibu, gambarannya sangat berbeda. Kelompok umur 10-14 tahun yang mempunyai AKI dan risiko relatif tertinggi, memberikan kontribusi jumlah kematian ibu yang kecil (9) dibandingkan kelompok umur 20-29 tahun yang memberikan kontribusi kematian ibu terbesar (51). Paradoks nyata ini disebabkan oleh besarnya jumlah kelahiran pada kelompok umur tersebut dibandingkan kelompok umur lainnya. Jadi, walaupun risiko relatifnya rendah, kelompok perempuan pada usia 20 an mempunyai jumlah kematian ibu yang terbesar bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.

Risiko relatif sangat layak bila digunakan sebagai acuan dalam praktek klinis, guna menentukan pola konseling dan penanganan kasus perorangan. Sebaliknya, dalam pengelolaan program kesehatan masyarakat, jumlah kematian ibu yang terjadi di masyarakat merupakan indikator yang lebih relevan bila dibandingkan dengan risiko relatif. Skrining perempuan hamil untuk menentukan mereka yang berisiko tinggi akan mengabaikan perempuan yang dikategorikan sebagai berisiko rendah; sementara komplikasi dan kematian kebanyakan terjadi pada kelompok ini.

Komplikasi Obstetri meliputi:

- Perdarahan antepartum dan postpartum
- Persalinan macet/lama
- Infeksi/sepsis postpartum
- Komplikasi abortus
- Preeklamsi/ eklamsi
- Kehamilan ektopik
- Ruptura uteri

Penanganan dini kesakitan pada masa kehamilan pun tidak selalu efektif, seperti diilustrasikan oleh hasil penelitian di daerah pedesaan di Gambia. Para perempuan hamil mendapat pelayanan antenatal yang baik, sebagai bagian dari intervensi dalam penelitian tersebut. Skrining risiko dilakukan dua kali selama kehamilan, perempuan dikunjungai selama sebulan sekali dan semua jenis kesakitan diobati. Namun, fasilitas pelayanan obstetri yang mudah terjangkau tidak tersedia di wilayah tersebut. Ternyata angka kematian ibu setara dengan 2000 per 100.000 kelahiran hidup. Pada akhir proyek, para peneliti menyimpulkan bahwa faktor risiko tidak banyak berperan dalam menentukan perempuan yang paling berisiko terhadap kematian.

Namun asuhan antenatal berkualitas dan pertolongan perslainan yang aman tetep berperan penting dalam menghasilkan ibu dan bayi yang sehat pada akhir kehamilan; disamping perlunya persiapan terhadap keadaan darurat obstetri yang tidak terduga bagi setiap ibu hamil.

c. Mencegah/memperkecil kematian perempuan yang mengalami komplikasi dalam kehamilan/persalinan

Walaupun kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat dicegah dan diperkirakan sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi tersebut tidak dapat ditangani. Mengingat bahwa setiap ibu hamil berisiko untuk mengalami komplikasi obstetri, maka mereka perlu mempunyai akses terhadap pelayanan kegawat-daruratan obstetri. Dengan penanganan yang ade kuat, hampir semua kematian ibu dapat dicegah.

Intervensi untuk mendekatkan pelayanan obstetri kepada setiap ibu hamil didasari oleh tiga premis, yaitu; a) bahwa sebagian ibu hamil akan mengalami komplikasi obstetri, b) sebagian besar dari kejadian komplikasi tersebut tidak dapat diperkirakan atau dicegah, dan c) perempuan yang mengalami komplikasi harus mendapatkan pelayanan obstetri agar diri dan janinnya dapat diselamatkan sekaligus tercegahnya kesakitan yang berkepanjangan.

Penyediaan pelayanan obstetri tidak berarti mendirikan fasilitas rumah sakit yang serba berkecukupan dan canggih. Pada umumnya rumah sakit yang telah ada tidak dapt memberikan pelayanan efektif dalam penanganan kegawat-daruratan obstetri, antara lain karena kurang atau tidak ada tenaga terampil, manajemen penatalaksanaan pertolongan yang buruk, kekurangan alat, obat dan bimbingan tekhnis.


Intervensi untuk mencegah kematian ibu

Intervensi untuk mencegah kematian ibu dilakukan terhadap ketiga jenis determinan. Intervensi yang memberi dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI adalah intervensi terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan obstetri esensial. Peningkatan kemampuan penatalaksanaan komplikasi obstetri secara langsung mencegah kematian perempuan yang mengalami komplikasi sehiangga dengan cepat akan menurunkan angka kematian ibu.

Intervensi yang ditujukan kepada determinan antara akan memberikan efek pada jangka menengah, misalnya melalui peningkatan gizi serta pendidikan ibu. Peningkatan status gizi ibu memperkecil risiko ibu untuk meninggal jika mengalami komplikasi, sedangkan peningkatan pendidikan ibu akan mempertinggi kesadaran ibu dalam mengenali gejala/ tanda komplikasi secara dini dan mencari pertolongan profesional.

Intervensi yang diarahkan kepada determinan kontekstual akan memberikan efek pada jangka panjang, misalnya melalui kegiatan pemberdayaan kemitraan dan kemitraan laki-laki perempuan. Dengan demikian perempuan dapat mengambil keputusan terbaik secara lebih mandiri dalam merencanakan kahamilan danpersalinannya.


Empat Pilar Safe motherhood

WHO mengembangkan konsep “ Four Pillars of Safe motherhoof” untuk menggambarkan ruang lingkup upaya penyelamatan ibu dan bayi (WHO, Mother- Baby Package,1994) Empat pilar upaya safe motherhood tersebut adalah.

1, Keluarga Berencana

Konseling dan pelayanan keluarga berencana harus tersedia pada semua pasangan dan individu. Pelayanan keluarga berencana harus menyediakan informasi dan konseling yang lengkap dan juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai, termasuk kontrasepsi emergensi, dan pelayanan ini harus merupakan bagian dari program kompherensif pelayanan kesehatan reproduksi. Program keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan.

2. Asuhan Antenatal

Dalam masa kehamilan, petugas kesehatan harus memberikan pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa tersebut, membantuperempuan hamil serta keluarganya untuk persiapan kehamilan bayi, meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya risiko tinggi atau terjadinya komplikasi dalam kehamilan/persalinan dan cara mengenali komplikasi tersebut secara dini. Petugas kesehatan diharapkan mampu mengidentifikasi dan melakukan penanganan risiko tinggi/komplikasi secara dini serta meningkatkan status kesehatan perempuan hamil.

3. Persalinan Bersih dan Aman

Dalam persalinan, pererempuan harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara menolong persalianan yang bersih dan aman. Tenaga kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan tanda tersebut. Selain itu, mereka juga harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan yang tidak bisa diatasinya ke tingkat pelayanan yang lebih mampu.

4. Pelayanan obstetri esesial

Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil. Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi kehamilan dan persalinan.

Secara keseluruhan, keempat tonggak tersebut merupakan bagian dari pelayanan kesehatan primer. Dua diantaranya yaitu: Asuhan antnatal dan persalinan yang bersih dan aman merupakan bagian dari pelayanan kebidanan dasar. Sebagai dasar/ fondasi yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan upaya ini adalah pemberdayaan perempuan.

Asuhan Bayi Baru Lahir Esensial

Mosley and Chen (1983) mengembangkan proximate determinan framework yaitu suatu model kematian bayi dan balita yang disebabkan oleh berbagai faktor Proximate determinant (penyebab langsung)

Konsep tersebut dilandasi oleh beberapa landasan yaitu:
  1. Dalam suatu kondisi optimal, lebih dari 97% bayi baru lahir bisa bertahan hidup dalam lima tahun pertama kehidupannya.
  2. Penurunan angka ketahanan hidup hidup ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial, ekonomi, biologi dan lingkungan.
  3. Determinan sosio ekonomi merupakan faktor yang mendasari penyebab langsung yang akan me,mpengaruhi risiko sakit tidaknya suatu bayi dan dampak dari proses penyakit tersebut.
  4. Penyakit-penyakit tertentu dan kekurangan gizi dianggap sebagai indikator biologi dari faktor penyebab langsung tersebut.
  5. Growth Faltering (gangguan pertumbuhan) dan kematian bayi adalah konsekuensi kumulatif dari berbagai proses penyakit.

Kunci dari model tersebut adalah identifikasi satu perangkat penyebab langsung dan/atau variabel perantara yang secara langsung mempengaruhi risiko kesakitan dan kematian bayi. Dalam model tersebut yang dianggap sebagai faktor penyebab langsung adalah:

  1. Faktor Ibu : Umur, Paritas, jarak kehamilan
  2. Kontaminasi Lingkungan : air, kulit, tanah, insektisida,dll
  3. Kekurangan zat gizi : Kalori, protein, vitamin dan mineral
  4. kecelakaan : trauma
  5. Kontrol penyakit individu: Pencegahan dan pengobatan penyakit

Tiga jenis keterlambatan dalam rujukan

Bila pelayanan obstetri yang tepat guna/ memadai telah tersedia, belumlah menjadi jaminan pemanfaatannya. Masyarakat yang membutuhkan seringkali tidak dapat menjangkau akibat hambatan jarak, biaya dan budaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengenalan tanda bahaya dan pencarian pertolongan profesional seringkali belum memadai. Di banyak negara berkembang, masih sering ditemukan hambatan yang lainberupa ketidak berdayaan perempuan dalam pengambilan keputusan, sementara peran suami dan mertua amat dominan.

Banyak faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam rujukan, namun dapat dikategorikan dalam tiga jenis keterlambatan yaitu:

a. Keterlambatan dalam pengambilan keputusan untuk merujuk

Pengambilan keputusan untuk merujuk merupakan langkah pertama dalam menyelamatkan ibu yang mengalami komplikasi obstetri, Keterlambatan dalam mengambil keputusan di tingkat keluarga ini mungkin dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan ibu /keluarganya untuk mengenali tanda bahaya, ketidaktahuan kemanan mencari pertolongan, faktor budaya, keputusan tergantung kepada suami, ketakutan akan besarnya biaya yang perlu dibayar untuk transportasi dan perawatan di rumah sakit, serta ketidak percayaan akan kualitas pelayanan kesehatan.

b. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan

Bila keputusan untuk merujuk telah diambil, ibu akan menuju ke fasiltas pelayanan kedaruratan obstetri, keterlambatan dalam mencapai pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh jarak, ketersediaan dan efisiensi sarana transportasi serta biaya.

c. Keterlambatan dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan

Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya jumlah dan keterampilan tenaga kesehatan, ketersediaan alat, obat, transfusi darah dan bahan habis pakai, manajemen serta kondisi fasilitas pelayanan.

Post a Comment

0 Comments